JAKARTA– Perencanaan mass rapid transit (MRT) tahap I (Lebak Bulus – Bundaran HI) kurang maksimal. Pembangunan stasiun layang ditolak warga yang berdomisili di sepanjang jalur.

Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, selama ini masyarakat lebih mengenal konsep MRT itu angkutan kereta bawah tanah (subway). Pembangunan jalur bawah tanah maupun saat beroperasi nanti tidak mengganggu aktivitas warga sekitar.

”Selama pembangunan MRT dengan konsep bawah tanah (subway), masyarakat tidak akan merasa terganggu. Apa pun aktivitas mereka,baik secara komersial atau pribadi tidak dirugikan terlalu besar,” kata Nirwono Joga kemarin. Dia memahami keinginan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membangun jalur layang untuk mengurangi beban anggaran.Namun, yang perlu dipikirkan adalah dampak sosial yang ditimbulkan lebih besar dibanding jalur bawah tanah.

“Secara materi yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun jalur layang ini relatif lebih kecil dibanding subway. Tapi, dana dampak sosialnya sangat besar sekali karena masyarakat akan terus melakukan protes,mengalami kerugian atas usaha mereka di sekitar sana perlahan-lahan mulai ditinggalkan konsumen atau pasar mereka. Kerugian itu tidak akan ditanggung pemerintah, tapi masyarakat sendiri. Kerugian yang dialami masyarakat dapat berdampak pada perekonomian daerah.Ini akan menjadi masalah besar di kemudian hari,”ucapnya.

Selain itu,jalur layang MRT ini juga akan membuat kawasan permukiman di sekitar stasiun dan jalur mengalami gangguan. Masyarakat tidak dapat tinggal di kawasan itu terlalu lama.“Pembangunan MRT dengan jalur layang ini merupakan bentuk dari penggusuran paksa secara sistematis dan tidak mengeluarkan ganti rugi. Perlahan-lahan masyarakat akan meninggalkan tempat itu karena tidak memadai lagi sebagai kawasan permukiman atau tempat berusaha. Di sekitar kawasan jalan layang sudah tidak sehat lagi,”bebernya.

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/470739/