June 08, 2012

Penghematan BBM ala Transjakarta Busway

Ilustrasi: Bus Transjakarta mengisi gas di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) A. 34.02.02 di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Senin (6/2/2012).

JAKARTA, KOMPAS.com – Gonjang-ganjing masalah subsidi BBM memicu kenaikan tarif angkutan umum seiring dengan naiknya harga solar dan premium. Pada akhirnya, kenaikan tarif ini akan mengerek inflasi cukup tinggi. Namun kekhawatiran ini tidak nampak pada bus Transjakarta Busway, yang setia menggunakan Bahan Bakar Gas (BBG) jenis Compressed Natural Gas (CNG).

Tentu masih banyak keluhan terkait dengan penggunaan BBG di Transjakarta Busway, seperti suplai yang masih tersendat-sendat, kualitas gas yang masih kurang memenuhi standar mesin bus, sampai lokasi pengisian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBG) yang jumlahnya dapat dihitung dengan jari tangan. Tetapi dengan kondisi seperti itu, bus Transjakarta tidak berhenti menggunakan BBG, karena selain memang didesain hanya menggunakan BBG, Transjakarta juga taat terhadap Peraturan Gubernur yang mewajibkan seluruh angkutan umum di Jakarta menggunakan BBG.

Pada tahun ini saja, terdapat setidaknya 454 bus Transjakarta yang menggunakan BBG. Dengan konsumsi gas rata-rata per hari sebesar 81 ribu LSP (Liter Setara Premium), Transjakarta menghemat konsumsi BBM sebesar hampir 81 ribu liter solar per hari untuk seluruh 454 bus. Artinya, dalam setahun dihemat 29,6 juta liter solar dari sistem Transjakarta.

Andaikata subsidi BBM adalah 3.000 Rupiah per liter, maka secara hitungan kasar ada sekitar 88,7 Milyar Rupiah subsidi yang dihemat Transjakarta per tahun. Apabila 22 persen dari penumpang Busway yang berasal dari pengguna kendaraan pribadi diperhitungkan, maka penghematan subsidi melebihi seratusan milyar dalam setahunnya.

Melihat Transjakarta yang setiap harinya mengangkut 350 ribu orang dan berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi udara bahkan dapat melakukan penghematan subsidi BBM, memang membanggakan. Apalagi dibandingkan subsidi BBM mobil pribadi yang cenderung lebih membuat macet dan menambah polusi udara serta hanya mengangkut maksimal 5 orang.

Di tengah keseriusan Pemerintah untuk melakukan program konversi BBM ke BBG, sangatlah relevan untuk melihat keberhasilan Transjakarta Busway dalam mensukseskan dan mempopulerkan penggunaan BBG di jajaran armadanya. Tercatat Pemerintah Pusat pernah 3 kali melakukan program konversi BBM ke BBG dengan cara membagi-bagikan ribuan converter kit gratis, namun program konversi tersebut hanya bertahan seumur jagung sebelum kemudian menghilang.

Sementara Transjakarta Busway melakukannya mulai tahun 2006 dengan 126 bus dan tetap terus konsisten menggunakan BBG hingga sekarang tercapai 450 bus, dan akan bertambah ratusan bus gandeng lagi pada tahun-tahun mendatang. Hal ini menggairahkan kembali bisnis SPBBG yang tadinya sudah mati suri. Dari yang tadinya hanya 1 SPBBG yang aktif beroperasi sebelum tahun 2006, sekarang telah ada 5 SPBBG yang beroperasi dan setidaknya ada 3 SPBBG baru yang siap beroperasi, yang tinggal menunggu kucuran gas.

Ada beberapa kunci sukses Transjakarta Busway yang perlu menjadi perhatian Pemerintah dalam menjalankan program konversi BBM ke BBG. Pertama, Bus Transjakarta hanya menggunakan BBG, tidak bisa switch ke bahan bakar lain, seperti taksi yang memiliki dual switch untuk menukar antara gas dan bensin. Manajemen Transjakarta Busway menetapkan spesifikasi busnya dengan full dedicated CNG engine.

Kedua, Transjakarta melayani rute yang tetap tiap harinya, sehingga mudah bagi pramudi busway untuk mampir ke SPBBG yang sama melakukan pengisian gas, terlebih jika SPBBG tersebut berada di koridor busway. Banyak kendaraan pribadi dan taksi yang akhirnya menyerah dengan BBG karena tidak tersedianya SPBBG di dekat posisi kendaraan mereka. Dengan SPBBG yang hanya ada 5 lokasi di Jakarta, akan sangat beresiko bagi pemilik kendaraan jika hanya mengandalkan BBG sebagai bahan bakar mereka.

Kalau Pemerintah Pusat kembali akan membagi-bagikan converter kit kepada angkutan umum sebaiknya dimulai dengan memilih angkutan umum dengan rute yang tetap, bukan jenis taksi.

Kunci sukses terakhir Transjakarta adalah komitmen untuk menanggung segala resiko akibat menggunakan gas ini. Jika boleh memilih, pastilah Transjakarta tergiur menggunakan solar kembali. Di samping perawatan lebih mudah, bus juga dapat mengisi dimana saja sehingga tidak perlu mengantri lama dan berdesak-desakan di SPBBG. Namun dibandingkan dengan manfaat yang didapat secara luas, seperti polusi lokal yang minim, diversifikasi energi dan juga penghematan terhadap subsidi BBM, Transjakarta Busway tetap berkomitmen menggunakan BBG.

Ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam rangka konversi BBM ke BBG untuk transportasi, diantaranya adalah kualitas gas, standar keamanan tangki gas dan model bisnis SPBBG. Kualitas BBG yang disalurkan pada SPBBG-SPBBG masih kurang memenuhi standar mesin kendaraan dalam hal kandungan methane dan kemurniannya.

Kandungan gas methane pada CNG kita relatif rendah dan yang paling mengganggu adalah masih tingginya unsur-unsur ikutan yang tidak perlu seperti air, oli, lumpur dan pasir. Rendahnya kualitas CNG ini berdampak pada menurunnya performansi mesin bus.

Sedangkan jenis tangki yang digunakan pada bus-bus yang ada dipilih berdasarkan penawaran dari pabrik pembuat tangki. Pemerintah perlu menetapkan standarisasi jenis tangki yang cocok untuk kondisi Indonesia, serta adanya instansi yang secara ketat menilai kelayakan suatu tangki CNG. Standar keamanan tangki CNG ini penting, tentu kita tidak ingin meledaknya tabung LPG 3,5 Kg beberapa waktu yang silam terjadi pada tangki-tangki CNG, mengingat dampak ledakan tangki CNG yang lebih dahsyat.

Pembangunan SPBBG baru oleh perusahaan swasta agak sulit berkembang karena model bisnis jual beli gas antara PGN dengan Perusahaan SPBBG kurang menarik. PGN menetapkan kuota maksimum dan minimum setiap bulannya. Kalau kuota minimumnya tidak tercapai maka Perusahaan SPBBG harus membayar senilai kuota minimum tersebut, sebaliknya kalau Perusahaan SPBBG menjual melampaui kuota maksimum maka PGN akan mengenakan charge yang cukup tinggi. Tentu model bisnis seperti itu tidak menarik bagi pengembangan SPBBG.

M. Akbar, MSc, Direktur UP Transjakarta Busway

Source : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/06/07/14034410/Penghematan.BBM.ala.Transjakarta.Busway

 

 

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend