Share this
Pembenahan Angkutan Umum Belum Imbangi Kenaikan Tarif Parkir
Jakarta, Kompas – Sejumlah tempat perbelanjaan di DKI Jakarta mulai memberlakukan kenaikan tarif parkir per 1 Februari dengan tarif parkir sedikitnya Rp 2.000 per jam. Kebijakan untuk menaikkan tarif parkir di luar badan jalan (off street) ini dikeluarkan semasa Gubernur Fauzi Bowo.
”Iya memang Rp 3.000 per jam sama seperti mal lain. Namun, karena di sini baru buka, digratiskan dulu,” kata Mimi, petugas parkir di salah satu pusat perbelanjaan baru di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (2/2).
Berdasarkan catatan Kompas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengumumkan kenaikan tarif parkir di luar badan jalan ini pada 8 Oktober 2012.
Tarif baru dikelompokkan dalam tiga golongan. Golongan 1 adalah tempat parkir di pusat perbelanjaan, hotel, atau kegiatan parkir yang menyatu. Tarif mobil jenis sedan, jip, bak terbuka, minibus, dan sejenisnya sebesar Rp 3.000-Rp 5.000 pada jam pertama dan jam berikutnya Rp 2.000-Rp 4.000. Bus, truk, dan sejenisnya pada jam pertama Rp 6.000-Rp 7.000 dan jam berikutnya Rp 3.000 per jam. Untuk sepeda motor, tarifnya Rp 1.000-Rp 2.000 pada jam pertama dan jam berikutnya Rp 1.000 per jam.
Golongan 2 adalah tempat parkir di perkantoran dan apartemen. Tarif parkir untuk golongan ini sama nilainya dengan tarif pada golongan 1.
Golongan 3 adalah tempat parkir untuk umum, seperti pasar, tempat rekreasi, dan rumah sakit. Mobil sedan, jip, minibus, pikap, dan sejenisnya dikenai tarif parkir Rp 2.000-Rp 3.000 untuk jam pertama, lalu Rp 2.000 untuk setiap jam berikutnya. Bus, truk, dan sejenisnya Rp 3.000 untuk jam pertama dan Rp 3.000 untuk setiap jam berikutnya. Sepeda motor sebesar Rp 1.000 per jam.
Kebijakan berbeda-beda
Berdasarkan pantauan Kompas, dalam pelaksanaannya, setiap pengelola parkir di pusat perbelanjaan menerapkan kebijakan berbeda-beda.
Di Senayan Trade Center, misalnya, pengendara mobil yang hanya akan membeli makanan via fasilitas drive thru tidak ditarik biaya parkir meskipun kartu parkir telah dicetak dan perhitungan waktu tetap berjalan.
Di pusat perbelanjaan lain di kawasan tersebut, rata-rata pengendara mobil yang hanya menurunkan penumpang di lobi tetap harus membayar parkir minimal Rp 3.000.
Di kawasan Pondok Indah, lain pula kebijakannya. Pengelola parkir di salah satu pusat perbelanjaan ada yang tak menarik biaya jika pengendara mobil hanya menurunkan penumpang, sementara di pusat perbelanjaan yang berdekatan, untuk aktivitas sama tetap harus membayar Rp 2.000.
Usul pengelola parkir
Sudaryatmo dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pemberlakuan kenaikan tarif parkir dan mekanismenya di lapangan tidak memiliki standar khusus. Akibatnya, konsumen yang harus menanggung akibat untung-ruginya.
”Kenaikan tarif parkir ini berdasarkan surat keputusan gubernur DKI Jakarta sebelum gubernur yang sekarang. Latar belakangnya adalah usul dari pengelola gedung dan perparkiran,” kata Sudaryatmo.
Kenaikan tarif parkir ini, menurut Sudaryatmo, memang bisa terjadi dan legal karena ada aturannya dalam peraturan daerah perparkiran yang berlaku. Namun, YLKI melihat pendekatan pengelolaan parkir di Jakarta masih rancu.
Pendekatan perparkiran seharusnya mengakomodasi fungsi parkir sebagai fasilitas penunjang gedung/lokasi tertentu, parkir sebagai bisnis yang bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dan parkir sebagai subsistem lalu lintas. ”Di Jakarta, sepertinya masih fokus untuk meningkatkan PAD,” katanya.
YLKI berharap parkir bisa menjadi salah satu instrumen pengendali penggunaan kendaraan pribadi. Caranya, DKI diminta membuat zonasi parkir, makin di pusat kota, tarif parkir makin mahal. ”Dengan harapan, orang akan berpindah ke angkutan umum sehingga beban kendaraan di jalan terkurangi,” ujar Sudaryatmo.
Dewi, pengguna parkir di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat, mengaku baru mengetahui ada kenaikan tarif parkir. ”Saya sampai menghabiskan Rp 24.000 untuk parkir motor di pusat perbelanjaan itu untuk parkir selama 12 jam. Biasanya enggak sampai segitu,” katanya.
Dewi merasa lokasi parkir di pusat perbelanjaan itu menguntungkan karena letaknya strategis. Dari lokasi tersebut, dia melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum agar tidak terkena macet. Sayang, frekuensi angkutan umum belum meningkat untuk mengantisipasi kebutuhan penumpang.
Tere, warga Jakarta Timur, juga merasakan kenaikan tarif parkir yang lumayan besar. ”Sekarang kalau mau bepergian jadi bingung mau naik apa. Sebab, angkutan umum belum nyaman, penuh, dan takut jadi sasaran copet,” ucap pekerja yang tengah hamil tujuh bulan ini.
Parkir peralihan moda
Secara terpisah, PT Reska yang merupakan anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (KAI) mulai mengoperasikan park and ride, parkir peralihan moda, di area stasiun. Untuk tahap awal akan diterapkan di 28 stasiun kereta yang dilewati KRL.
Direktur Operasi PT Reska Hari Sukoco mengatakan, hal ini merupakan bentuk pelayanan bagi penumpang kereta.
Dari beberapa stasiun yang sudah memiliki parkir peralihan moda, yang banyak diminati ada di stasiun pemberangkatan, seperti dari Stasiun Bogor hingga Pondok Cina. Sementara lahan parkir di dalam kota Jakarta belum banyak dimanfaatkan.
Untuk tahap awal, tarif parkir dipatok rata tanpa memperhitungkan waktu penggunaan lahan parkir. Untuk sepeda motor, tarif diterapkan Rp 3.000 per unit dan untuk mobil Rp 7.000 per unit. Namun, tidak semua area parkir peralihan moda melayani parkir mobil. Sebagian hanya diperuntukkan bagi sepeda motor.(NEL/ART)
Source: Kompas Cetak, 4 Februari 2013