Share this
Jakarta, 23 Maret 2015. Sistem Bus rapid Transit (BRT) atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Busway adalah cara untuk membuat pengguna angkutan umum dihargai setara dengan pengguna kendaraan pribadi.
Kutipan tersebut diambil dari Enrique Penalosa, Walikota Bogota 1998-2001 yang sukses menerapkan sistem BRT Transmilenio di Bogota, Colombia. Sistem tersebut sangat sukses dan mampu mengangkut hingga 2 juta penumpang per hari, dengan kapasitas 45 ribu penumpang per jam per arah, melampaui sistem MRT dan Subway di beberapa Negara, termasuk Jakarta MRT yang hanya didesain 25 ribu penumpang per jam per arah.
Pengaruh Transmilenio dalam perkembangan BRT di dunia setelah sangat besar, sehingga hingga tahun ini, 153 sistem BRT telah dibangun dan beroperasi di dunia, termasuk Transjakarta di Indonesia. Transjakarta yang beroperasi sejak 2004 merupakan sistem BRT pertama di Asia, dan saat ini juga memegang rekor untuk sistem BRT terpanjang dan jumlah station terbanyak di dunia. Namun prestasi dan kinerja sistem Transjakarta tidaklah sebanding dengan perannya sebagai pionir dan pemegang rekor.
Transjakarta saat ini, hanya mampu mengangkut rata-rata 360 ribu penumpang per hari, atau jika dibagi dengan jumlah koridor sebanyak 12, hanya 30 ribu penumpang per koridor dalam satu hari. Bandingkan dengan sistem BRT yang dibangun di Negara lain setelah Transjakarta. Guangzhou BRT dengan hanya 1 koridor mampu mengangkut 1 juta penumpang per hari, atau yang terbaru adalah Lahore BRT di Pakistan yang memiliki 150 ribu penumpang hanya dengan satu koridor, atau 5 kali lipat dari rata-rata penumpang Transjakarta per koridor.
Perbandingan 3 sistem BRT di Asia
Dengan jumlah bus yang beroperasi sebanyak 700, Transjakarta juga memiliki efisiensi bus yang rendah, yaitu hanya 514 penumpang per bus per hari yang dapat diangkut oleh tiap bus Transjakarta. Sementara Lahore BRT dengan hanya 64 bus articulated dapat mengangkut lebih dari 4 kali lipat dari bus Transjakarta.
Masalah Transjakarta yang terbesar terletak di kapasitas Sistem dan daya cakup (coverage) dari layanan Transjakarta yang hanya melayani koridor utama, dan mengabaikan daerah pemukiman dimana penumpang berasal. Dengan hanya 4500 penumpang per jam per arah yang dapat diangkut di koridor 1, Transjakarta memiliki capacity bottleneck, sehingga berapapun jumlah bus yang akan ditambah, tidak akan mampu menambah jumlah penumpang secara signifikan, karena yang akan terjadi adalah penumpukan dan antrian bus di halte Transjakarta.
Saat ini Transjakarta hanya memiliki 1 set pintu di hampir semua haltenya. Untuk memperbesar kapasitas angkut, Transjakarta perlu memiliki halte dengan 6 hingga 8 set pintu, sehingga 6 hingga 8 bus dapat berhenti secara bersamaan di halte Transjakarta. Untuk mewujudkan itu, bukan hanya perpanjangan halte yang diperlukan oleh Transjakarta, namun juga adanya lajur menyusul (overtaking lane) di halte, sehingga bus-bus tersebut dapat melanjutkan perjalanannya tanpa harus terhalang oleh bus di depannya. Dengan adanya 2 penambahan 2 komponen tersebut (jumlah pintu dan lajur menyusul), kapasitas sistem Transjakarta dapat bertambah hingga 5 kali lipat dari saat ini.
Cakupan layanan Transjakarta juga wajib diperluas hingga menjangkau area-area pemukiman diluar koridor Transjakarta. Cara paling efektif untuk memperluas cakupan layanan adalah dengan integrasi dengan bus sedang seperti Kopaja, Metromini dan yang lainnya, seperti yang sudah dilakukan dengan Kopaja AC P.20 dan S.602. Setidaknya 30 rute bus kopaja dan Metromini perlu diintegrasikan untuk dapat memperluas wilayah area layanan Transjakarta dan meningkatkan jumlah penumpang dari area tersebut.
Jika semua hal diatas dapat dilakukan, maka untuk dapat mencapai jumlah penumpang 1 juta atau lebih akan dapat diraih dalam waktu singkat.
Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) sebagai organisasi yang mendukung pengembangan Transjakarta sangat mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan peningkatan kapasitas sistem Transjakarta melalui perpanjangan halte, penambahan lajur menyusul di halte dan perluasan layanan Transjakarta melalui integrase dengan angkutan umum.
Meskipun pada akhirnya PT Transportasi Jakarta yang akan menjalankan pekerjaan tersebut, namun dukungan politik dari Gubernur DKI Jakarta, dan dukungan penuh dari Pemprov DKI mutlak diperlukan, untuk membuat sistem BRT pertama di Asia menjadi yang terbaik dan teratas di Asia.
Contact Media:
Priscilla Fabiola
085246009432 – priscilla.fabiola@itdp.org