Share this
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini, di usia ke-488, Jakarta membuat terobosan untuk menghadapi masalah kependudukan, kekurangan hunian layak, dan kemacetan. Jakarta serius merealisasikan pembangunan kawasan terpadu yang telah lama diwacanakan di sekitar Stasiun Kampung Bandan, Jakarta Utara, dan Manggarai, Jakarta Selatan.
Rencana ini dapat mengurangi kawasan kumuh di Jakarta, sekaligus memperbaiki sarana prasarana transportasi publik. Meski demikian, Jakarta harus belajar dari kegagalan model serupa yang pernah diterapkan di Kalibata, Jakarta Selatan.
Gagasan pembangunan kawasan terpadu kali ini berawal dari perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Kereta Api Indonesia, 1 Oktober 2014. Dalam perjanjian antara lain disebutkan bahwa PT KAI menyediakan lahan untuk rumah susun, sedangkan pembangunan rumah susun sederhana sewa dilakukan Pemprov DKI. Selain rumah susun sederhana sewa, ada juga gedung perkantoran dan tempat usaha yang berdiri di sekitar stasiun.
Pertengahan Juni lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan jajarannya bertemu dengan perwakilan PT KAI di Kampung Bandan membahas kelanjutan perjanjian kerja sama.
Dalam perjanjian disepakati semua tempat aktivitas masyarakat di Kampung Bandan akan terkoneksi dengan stasiun kereta rel listrik Kampung Bandan yang ada saat ini dan stasiun kereta massal cepat (MRT) Kampung Bandan kelak. Konsep ini disebut transit oriented development (TOD).
Lahan milik PT KAI yang akan dijadikan lahan untuk proyek kerja sama dengan Pemprov DKI, antara lain, 3,2 hektar di sekitar Stasiun Kampung Bandan dan 6 hektar di sekitar Stasiun Manggarai.
Saat ini, sebagian lahan PT KAI di sekitar Kampung Bandan berupa permukiman padat dan kumuh yang dihuni ribuan warga. Mereka telah puluhan tahun menghuni kawasan yang terdiri dari dua rukun warga (RW) dan sejumlah rukun tetangga (RT) itu. “Warga di sini telah beranak pinak. Mereka puluhan tahun tinggal di sini,” ujar Solihin (41), warga RT 009 RW 004, yang telah belasan tahun tinggal di tempat itu. Ia membeli lahan dari orang yang tinggal di tempat tersebut sebelumnya.
Silvia (32), warga lain, menyampaikan, dirinya dan suaminya telah mengontrak rumah di kawasan ini selama tiga tahun. Selain murah, lokasi ini juga dipilih karena hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat kerja suaminya di Mangga Dua.
Di kawasan ini sebagian besar warga memang bekerja di daerah Mangga Dua. Mereka bekerja sebagai karyawan, petugas keamanan, atau petugas kebersihan di kawasan perdagangan tersebut. Sebagian lainnya adalah pedagang keliling, buruh bangunan, tukang ojek, dan pekerja serabutan.
Gubernur Basuki meminta badan usaha milik daerah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan dinas perumahan merumuskan teknis pembangunannya. “MRT ruas Lebak Bulus-HI ditargetkan selesai tahun 2018. Pada saat yang sama dilanjutkan ke Ancol, dan Kampung Bandan jadi lokasi depo MRT di utara,” ujarnya. Jalur MRT hingga ke Kampung Bandan ditargetkan rampung tahun 2020.
Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta Ika Lestari Aji belum memastikan berapa menara dan jumlah unit rumah susun yang akan dibangun di Kampung Bandan atau Manggarai. Namun, setidaknya bisa dibangun dua menara dengan 540 unit hunian di Kampung Bandan dan empat menara dengan 1.080 unit hunian di Manggarai. Keduanya masuk dalam rencana 41 lokasi pembangunan rumah susun tahun 2016.
Kepala Konservasi, Perawatan, dan Desain Arsitektur PT KAI Ella Ubaidi mengatakan, sejauh ini baru Kampung Bandan dan Manggarai yang siap dikembangkan jadi kawasan terpadu. “Rencana induk kawasan sudah dibuat. Sekarang masih menunggu DED (detail engineering design) yang digarap Pemprov,” katanya.
Cermati detail
Bagi Ella, rencana pengembangan kawasan ini merupakan harapan baik bagi penataan kota. Kawasan kumuh berkurang, tetapi diharapkan ada lebih banyak tempat layak bagi warga dengan ekonomi menengah ke bawah. PT KAI juga bisa mengembangkan stasiun secara maksimal agar bisa menampung lebih banyak calon penumpang.
Dia menambahkan, akses pejalan kaki menuju stasiun atau dari stasiun ke tempat-tempat keramaian juga harus difasilitasi secara nyaman dan aman. Dengan demikian, orang tidak enggan menggunakan angkutan massal.
“Persoalan kita ada pada detail di lapangan. Banyak contoh di lapangan, pengguna bus tidak bisa nyaman berjalan ke terminal. Begitu juga akses ke stasiun. Buruknya kondisi ini membuat orang malas memakai angkutan massal dan kembali lagi memakai kendaraan pribadi,” kata Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tarumanagara Suryono Herlambang.
Karena Presiden Joko Widodo dan Gubernur Basuki ingin bergerak cepat, perlu dicari formula yang pas agar realisasi TOD ini sesuai dengan tujuan awal. Suryono mengusulkan, ada tim khusus yang tugas dan targetnya diumumkan kepada publik. Selain itu, membuat sayembara untuk para arsitektur andal. Suryono berharap TOD juga diterapkan di setiap pusat perbelanjaan.
Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Ellen Tangkudung. “Kalau kita mau mendorong orang naik angkutan massal, akses ke stasiun atau halte bus harus nyaman dan aman,” katanya.
(MKN/JAL/DNA/ART)