Share this
KOMPAS.com – Model bisnis ride-sharing yang dijalankan Uber masih mengundang kontroversi.
Beberapa negara menganggap Uber mematikan usaha taksi konvensional dan transportasi umum.
Di Indonesia, penolakan terhadap Uber lantaran layanan asal San Francisco tersebut belum memenuhi semua aturan untuk taksi online yang baru diterbitkan Kementerian Perhubungan pada pertengahan 2016 lalu.
Terlepas dari pro dan kontra yang menyertainya, Uber agaknya ingin berkontribusi pada wilayah-wilayah operasinya dengan meluncurkan “Uber Movement”, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Selasa (10/1/2017) dari situs resmi Uber.
Secara garis besar, layanan tersebut diharapkan mampu membantu pemerintah daerah (pemda) membuat perencanaan tata kota, utamanya untuk alur transportasi. Pasalnya, Uber membuka akses ke data penting terkait transportasi di tiap kota yang terhimpun pada sistem aplikasinya.
Data itu mencakup rekam jejak pergerakan/waktu tempuh yang diraih dari tempat A ke tempat B, dampak penutupan jalan atau pembangunan, serta dampak acara-acara dan momentum tertentu terhadap stabilitas alur transportasi.
Intinya, data Uber sedikit banyak bisa membantu merumuskan alasan kemacetan di suatu wilayah. Data itu juga mengkaji alur-alur transportasi mana saja yang efektif dan efisien.
Layanan ini secara beta mulai bisa digunakan di Boston, Manila, Sydney, Washington DC, dan beberapa kota lainnya. Uber berjanji bakal memboyong layanan tersebut agar bisa diakses semua orang.
“Membuat kota lebih efisien untuk semua orang. Menyediakan akses ke data dari dua miliar perjalanan untuk membantu meningkatkan perencanaan tata kota di seluruh dunia,” begitu tertera pada situs Uber Movement.
Meski dibuat untuk pemerintah daerah, akses data Uber bisa dibuka oleh siapa saja dengan memasukkan e-mail di situs Uber Movement.
Saat KompasTekno memasukkan e-mail, Uber mengatakan akan segera memberikan informasi terbaru terkait layanan itu segera setelah dirilis umum. Kita tunggu saja!