Share this
Seorang pejalan kaki harus berjalan memutar melewati mobil yang diparkir di atas trotoar. Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) mengadakan acara Park(ing) Day di Kalakopi, Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (15/9). Acara ini mendiskusikan masalah pelanggaran hak pejalan kaki karena parkir meluber hingga trotoar (parkir persil) pada bangunan komersial. Mereka mengampanyekan hak dari pejalan kaki yang harus diprioritaskan terlebih dahulu.
JAKARTA, KOMPAS — Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta periode 1 Agustus hingga 14 September 2017 menyebutkan, jumlah pelanggaran terkait operasi tertib trotoar 19.083 kasus. Paling banyak dilakukan sepeda motor yang parkir liar di atas trotoar dengan jumlah 9.063 kasus.
“Untuk bulan Agustus, jumlah pelanggaran 14.592 kasus, dengan rata-rata 470 pelanggaran per hari. Bulan September, rata-rata 320 pelanggaran per hari meski belum selesai perhitungannya,” kata Ferdinand Ginting, Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI, Jumat (15/9).
Seiring sosialisasi dan penegakan peraturan tertib trotoar, jumlah pelanggaran di seluruh wilayah diharapkan terus turun. “Sudah mulai ada kesadaran masyarakat. Tak menutup kemungkinan bulan tertib trotoar akan diperpanjang lagi,” tuturnya.
Di Jakarta Selatan, penertiban trotoar masih berlanjut hingga pekan ketiga September. Pelanggaran parkir di trotoar masih terus ditemui meski operasi bulan tertib trotoar terus digelar.
Pada operasi tertib trotoar di Jalan Raya Pancoran hingga Pengadegan, Jumat, misalnya, lima mobil diderek karena parkir di tepi jalan dan trotoar.
Komandan Regu Derek Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi Jakarta Selatan M Hodir mengatakan, selama bulan tertib trotoar ini warga masih sering kucing-kucingan. “Kalau ada operasi, mereka tidak melanggar, besoknya kembali lagi,” ujarnya.
Kesadaran meningkat
Strategic Partnership Qlue Jonathan Davy menyatakan, jumlah keluhan masyarakat terkait pelanggaran trotoar bagi pejalan kaki meningkat 200 persen.
“Jumlah keluhan tanggal 1-31 Agustus mengenai pelanggaran fasilitas pejalan kaki 4.264 keluhan. Nomor satu masih parkir liar di trotoar, 60 persen. Kedua, penerangan jalan umum yang rusak 18 persen, tidak ada fasilitas umum atau trotoar 9 persen, dan lainnya 13 persen,” kata Jonathan.
Parkir liar di Jakarta paling banyak terdapat di Kecamatan Cengkareng, Grogol Petamburan, Kembangan, Taman Sari, dan Tambora di Jakarta Barat, serta Kebayoran Baru dan Pasar Minggu di Jakarta Selatan.
Menurut Jonathan, kesadaran masyarakat melaporkan pelanggaran atas hak pejalan kaki mulai meningkat. Jenis laporannya pun mulai beragam.
Parkir dalam persil atau parkir di dalam halaman bangunan bisa mengganggu pejalan kaki karena kerap meluber hingga trotoar saat halaman penuh. Pemindahan fasilitas parkir ke belakang gedung diharapkan mengurangi potensi parkir di trotoar.
Senior Transport Associate dari Institute for Transportation & Development Policy Udaya Laksmana Kartiyasa menyarankan agar lahan parkir depan bangunan, seperti tempat makan, ruko, atau perkantoran, diubah sebagai tempat publik untuk berinteraksi. Alternatif lainnya adalah desain gedung baru dibuat langsung di depan trotoar.
“Ini untuk mengurangi pelanggaran hak pejalan kaki,” kata Udayana. Hak pejalan kaki dilindungi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 131 Ayat 1, yaitu pejalan kaki berhak mempunyai fasilitas pendukung untuk berjalan. Di Jakarta, peraturan tentang parkir diatur Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Kepala Seksi Perencanaan Kelengkapan Jalan dan Jaringan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Riri Asnita menyatakan, parkir dalam persil jadi salah satu kendala membangun trotoar. Itu merusak trotoar lebih cepat karena daya tahan trotoar di Indonesia belum semuanya kuat menampung berat kendaraan.
“Trotoar sebenarnya bisa bertahan hingga 10 tahun. Namun, sering digunakan untuk lahan parkir. Bahkan, bongkar muat barang di pasar atau tempat perbelanjaan sehingga cepat rusak,” ujarnya. (DD13/IRE)