Share this
Sejumlah Kopaja berebut penumpang di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat pada Kamis (25/6/2015) sore.
Jakarta, KompasOtomotif – Kecelakaan maut akibat sopir angkutan yang ugal-ugalan dalam mengemudi kembali terjadi di Jakarta, Jumat (22/12/2017). Satu unit metromini menabrak sejumlah kendaraan di kawasan Velbak, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Salah seorang pengendara motor, FX Febriantoro tewas akibat peristiwa tersebut.
Saat kejadian, Febriantoro sedang berhenti di pinggir jalan. Ia ditabrak metromini yang sudah kehilangan kendali setelah sebelumnya sang sopir, Agus Santoso terlibat aksi kebut-kebutan dengan angkutan lainnya.
Kecelakaan maut seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kalinya terjadi. Desember 2015, anak tujuh tahun bernama Azam Flamboyan tewas tertabrak metromini di Meruya Utara, Jakarta Barat. Saat itu, Azam ditabrak saat tengah bersama ibunya berdiri di pinggir jalan menunggu angkot lewat.
Tiba-tiba, sebuah metromini yang dikemudikan Denny hilang kendali setelah sebelumnya menabrak sebuah tiang listrik. Seperti kasus di Velbak, Denny juga sempat terlibat aksi kebut-kebutan dengan angkutan lain sebelumnya terjadinya tabrakan.
Jika ditarik lagi ke belakang, pada September 2013, dua buah kopaja yang tengah kebut-kebutan bertabrakan di Jalan Jembatan Gantung, Cengkareng, Jakarta Barat. Akibatnya ada dua orang penumpang yang ada di dalam bus tewas.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Yoga Adiwinarto menilai ugal-ugalannya perilaku mengemudi sopir angkutan dipicu masih diterapkannya sistem setoran. Sistem inilah yang membuat sopir saling berebut penumpang dengan rekan seprofesinya yang lain.
Tanpa Ketegasan
Menurut Yoga, sejak 2012 pihaknya sudah menyerukan agar sistem setoran dihapus. Namun Yoga menilai Pemprov DKI tidak punya ketegasan hingga kecelakaan maut terus menerus berulang.
Bus Kopaja 95 bernopol B 7762 DG saat diamankan di Kantor Samsat Jakarta Barat, Kamis (5/8/2013). Bus ini mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah truk usai kebut-kebutan dengan bus Kopaja 88 bernomor polisi 7357 LE di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu (4/9/2013)
“Dari 2012 tidak ada kemajuan. Implementasinya masih setengah-setengah. Ini membuktikan tidak adanya ketegasan dan kurangnya perencanaan komprehensif dari Dishub dalam memperbaiki angkutan,” kata Yoga kepada KompasOtomotif, Selasa (26/12/2017).
Yoga mengakui Pemprov DKI sudah berupaya memperbaiki angkutan umum, salah satunya dengan mendorong pengusaha angkutan untuk meremajakan kendaraannya. Seperti dalam peremajaan ratusan Kopaja yang kemudian bergabung dalam manajemen Transjakarta.
Dalam sistem kerja sama ini, pengusaha angkutan diminta untuk membeli kendaraan yang memenuhi standar. Salah satunya dilengkapi alat pengatur suhu atau AC. Setelah bisa memenuhi permintaaan ini, pengusaha angkutan akan menerima bayaran dari Transjakarta berdasarkan rupiah per kilometer. Uang bayaran inilah yang kemudian digunakan untuk menggaji sopir.
Dengan cara ini, sopir tak perlu lagi mengejar setoran. Sehingga bisa mengemudi sesuai aturan. Penumpang pun bisa mendapatkan pelayanan yang aman dan nyaman.
Akan tetapi, kata Yoga, dalam kenyataannya proses peremajaan ini tidak diimbangi dengan dipensiunkannya kopaja yang sudah tidak layak jalan. Sebab masih banyak kopaja tidak layak jalan yang masih beroperasi. Bahkan di rute yang sama dengan kopaja AC.
“Kopaja AC masih harus terus berkompetisi dengan yang reguler. Akibat lemahnya Dishub dalam membuat rencana reformasi angkutan umum,” ucap Yoga.
Penampakan Minitrans di lahan parkir bus transjakarta.
Yoga berharap Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno dapat tegas menghilangkan sistem setoran. Apalagi pemerintahan yang baru ini memiliki program transportasi yang belum lama ini diperkenalkan ke publik, yakni One Karcis One Trip atau OK-OTRIP.
Dalam sistem ini, seluruh angkutan di Jakarta akan diintegrasikan ke dalam satu pembayaran. Pengusaha akan menerima subsidi dari pemerintah, sehingga sopir bisa menerima gaji.
“Momen OK-OTRIP harus dimanfaatkan Dishub dan Transjakarta untuk mereformasi angkutan secara keseluruhan,” pungkas Yoga.