Share this
Peningkatan aksesibilitas menuju stasiun transportasi publik sudah seharusnya menjadi perhatian dari setiap pemerintah kota. Peningkatan kualitas infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda serta pembatasan kendaraan pribadi menjadi metode utama dalam meningkatkan aksesibilitas di kawasan urban.
Jalan Jakarta merupakan program peningkatan aksesibilitas dari dan menuju stasiun MRT Jakarta dengan pendekatan partisipatif kolaboratif. Program ini melibatkan warga sekitar stasiun, jajaran pemerintah kota dan masyarakat luas lewat relawan Jalan Jakarta. Program #JalanJakarta 2 merupakan kelanjutan dari program #JalanJakarta yang dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus 2019 silam di Kelurahan Gandaria Selatan yang bersinggungan dengan stasiun MRT Cipete Raya. ITDP Indonesia sebelumnya telah melaksanakan “Audit Aksesibilitas Stasiun MRT” pada Bulan Juli 2019, dan menghasilkan beberapa kesimpulan, di antaranya:
- Kualitas jalur pejalan kaki di seluruh stasiun MRT Jakarta masih memiliki banyak potensi untuk ditingkatkan. Namun, secara umum, kualitas jalur pejalan kaki di area sekitar stasiun bawah tanah MRT Jakarta lebih baik dibandingkan dengan area sekitar stasiun layang.
- Aspek penyeberangan dan muka bangunan aktif di seluruh stasiun MRT Jakarta masih perlu peningkatan
- Stasiun layang MRT Jakarta memiliki lebih banyak muka bangunan yang permeable dan kawasan yang terlindungi oleh peneduh
- Area stasiun bawah tanah MRT Jakarta memiliki angka kepadatan driveway yang lebih baik
#JalanJakarta Cipete Selatan
Setelah berhasil mengimplementasikan program #JalanJakarta di Kelurahan Gandaria Selatan, ITDP Indonesia dan MRT Jakarta kembali berkolaborasi. Rangkaian aktivitas #JalanJakarta kali ini dimulai dengan survei preferensi aksesibilitas pengguna MRT Jakarta di Stasiun MRT Haji Nawi dan dilanjutkan dengan pertemuan warga RW 01 Cipete Selatan, yaitu warga yang bermukim di sekitar stasiun. Pertemuan ini dijembatani oleh pihak kecamatan dan kelurahan.
Berdasarkan survei dan arahan warga , tim ITDP Indonesia dan MRT Jakarta kemudian menemukan segmen jalan yang bersinggungan langsung dengan Stasiun MRT Haji Nawi. Jalan-jalan ini merupakan jalan lingkungan kecil yang hanya memiliki lebar 1 m. Salah satu jalan tersebut, yaitu Jalan Timbul, menjadi sebuah jalan alternatif yang populer bagi para pejalan kaki dan pesepeda motor untuk mengakses Jl. Raya Fatmawati dan serta transportasi publik, seperti MRT dan Transjakarta. Jalan ini dipakai oleh para pejalan kaki sebagai jalur alternatif karena adanya rasa tidak aman dan nyaman akibat jalan raya yang dipenuhi oleh kendaraan bermotor dalam mengakses Jl. Raya Fatmawati.
Yang menarik, karena kepopuleran Jalan Timbul sebagai jalan alternatif bagi warga dan non-warga, muncul sebuah wayfinding sederhana yang menunjukkan arah Stasiun MRT Haji Nawi yang ditorehkan di salah satu dinding rumah warga. Hal ini menunjukkan kondisi akses pejalan kaki yang masih kurang informasi dan penunjuk arah dalam mengakses stasiun transportasi publik terdekat.
Wayfinding: Membuat Pejalan Kaki Lebih Percaya Diri
Setelah melalui proses pengambilan data, diskusi dan konfirmasi bersama warga, pada 1 Desember 2019, MRT Jakarta dan ITDP Indonesia berkolaborasi dengan warga sekitar serta pihak kelurahan dan kecamatan, mengadakan kerja bakti di 3 segmen jalan tersebut. Kerja bakti ini dilakukan untuk memperjelas petunjuk arah serta fasilitas publik yang bisa dicapai melalui Jalan Timbul, seperti masjid, RSUD Kebayoran Baru, SDN 01 Cipete Utara serta Stasiun MRT Haji Nawi.
Penempatan wayfinding di jalan-jalan lingkungan akan membuat pejalan kaki lebih percaya diri berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik. Selain menunjukkan arah, wayfinding juga dapat dilengkapi dengan informasi jarak dari dan menuju stasiun sehingga pejalan kaki mendapatkan kepastian lokasi dan jarak. Total jalan yang dimarka sepanjang 270 meter dan 11 buah signage dipasang untuk memudahkan pejalan kaki menuju stasiun MRT Haji Nawi.
“Pemasangan wayfinding jalan-jalan lingkungan akan mendorong orang untuk mau berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik, karena ada kepastian lokasi dan jarak. Pendekatan partisipatif kolaboratif juga terbukti dapat dilakukan, dan mempercepat proses perencanaan dan implementasi karena melibatkan warga sebagai pengguna jalan utama,” ungkap Faela Sufa, South East Asia Director ITDP
#JalanJakarta menjadi bukti bahwa warga dan pemerintah dan warga dapat berkolaborasi dalam menjaring informasi dan menyelesaikan isu pembangunan yang ada di lingkungan mereka. Hal ini tentunya, sesuai dengan visi misi Provinsi DKI Jakarta, yang mendorong terjadinya kolaborasi antara semua pihak dalam pembangunan perkotaan untuk mewujudkan kota lestari yang humanis.