June 22, 2021
Sepeda Adalah Masa Depan Kota
Dengan perkembangan teknologi dan bike boom yang terjadi di kota-kota dunia, berbagai laporan menasbihkan sepeda sebagai masa depan moda transportasi perkotaan dalam beberapa tahun mendatang!
Hak warga kota untuk bersepeda dengan aman sudah dijamin oleh peraturan perundangan, yang wajib dipenuhi melalui adanya infrastruktur yang mementingkan keselamatan dan keamanan pesepeda.
Dalam salah satu laporan yang dirilis Deloitte, diperkirakan terdapat tambahan puluhan milyar perjalanan menggunakan sepeda pada tahun 2022. Peningkatan penggunaan sepeda ini menggandakan jumlah pengguna sepeda reguler di kota-kota di mana bersepeda belum menjadi alat mobilitas utama. Di berbagai belahan dunia, kota-kota berbenah diri dengan memilih pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan dan membangun jalur-jalur sepeda untuk kehidupan kota dan warga yang bebas polusi. Kota-kota dunia, dengan seluruh perbedaan jumlah penduduk dan cuacanya telah mengambil langkah pasti untuk menjadi kota ramah pesepeda. Mulai dari hari bebas kendaraan bermotor (car-free days) di Addis Ababa, Ethiopia dan Kigali, Rwanda hingga jalur sepeda sepanjang 400 km di jalan-jalan arteri besar di Pune, India.
Kota-kota di Indonesia pun telah mengambil satu langkah lebih dekat menuju kota ramah pesepeda. Kota Sorong dan Padang telah mulai untuk melakukan perencanaan jalur sepeda untuk memenuhi kebutuhan warganya. Bahkan, Kota Bandung pun telah melihat lebih jauh dengan menyusun rencana jaringan jalur sepeda dengan proses desain yang melibatkan komunitas sepeda lokal. Kota seperti Bandung, Pontianak, Salatiga dan Banda Aceh telah menyiapkan jalur dan lajur sepeda bagi warganya.
Melihat fenomena ini, ITDP Indonesia dan Bike2Work Indonesia menggandeng Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengadakan Lokakarya Penyelenggaraan Jalur Sepeda Nasional. Diselenggarakan pada 10 Maret, 25 Maret, dan 8 April 2021, terdapat 30 kota di Indonesia yang berpartisipasi untuk berembuk meningkatkan kapasitas perencanaan dan penyelenggaraan jalur sepeda di kota masing-masing.
Selaras dengan antusiasme kota-kota lain, Jakarta memulai pembangunan jalur sepeda dengan proteksi. Antusiasme baik dari pemangku kebijakan dan warga di kota-kota di Indonesia menyambut peradaban baru dengan jalur sepeda ini sayangnya terganjal pernyataan-pernyataan sepihak yang meragukan, menyepelekan dan bahkan mencoba mencabut hak-hak pengguna jalan rentan yang tertulis jelas dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia.
Pentingnya Jalur Sepeda Terproteksi di Kota-Kota di Indonesia
Beberapa pihak mungkin menganggap penyediaan jalur sepeda terproteksi ini sebagai wujud dari pembagian ruang jalan yang mendiskriminasi para pengguna kendaraan bermotor pribadi. Meski pada realitanya, pada tahun 2019 hanya terdapat 98.5 km jalur atau lajur sepeda, yang hanya sebesar 1.48% dari total panjang jalan DKI Jakarta yang mencapai 6652.68 km (Diskominfo DKI Jakarta, 2020). Sesuatu yang bertolak belakang dengan peraturan yang ada saat ini, diantaranya yaitu Undang-Undang No.22 tahun 2009 Pasal 25 ayat 1 huruf g yang berbunyi, “Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang disabilitas”, serta pasal 62 Undang-Undang No.22 tahun 2009, yang menyebutkan bahwa Pemerintah harus memberikan kemudahan dalam berlalu lintas bagi pesepeda dan pesepeda memiliki hak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Pasal-pasal tersebut sudah menunjukkan bahwa sejatinya keselamatan pesepeda diutamakan dan diakomodasi. Banyaknya kecelakaan dan pelanggaran memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak terlihat, yaitu kebutuhan akan penegakan hukum yang tinggi. Apabila logika penghilangan fasilitas untuk tingginya angka pelanggaran diaplikasikan ke berbagai kasus tilang yang terus terjadi, bukan tidak mungkin akan tidak ada lagi jalanan yang dapat dilewati oleh kendaraan bermotor pribadi.
Dalam memberikan pendukung keamanan dan keselamatan tersebut, proteksi pada jalur sepeda terutama di jalan-jalan arteri merupakan komponen yang sangat penting bahkan wajib untuk diimplementasikan. Parkir ilegal di lajur sepeda, tidak memprioritaskan pesepeda dan pejalan kaki pada persimpangan, dan pelanggaran lainnya membuat kendaraan bermotor perlu diregulasi melalui desain yaitu jalur sepeda terproteksi terutama pada ruas jalan dengan volume kendaraan bermotor dengan kecepatan yang tinggi.
Keberadaan jalur sepeda terproteksi dapat mencegah atau setidaknya meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi seperti parkir ilegal di lajur sepeda dan menjamin keselamatan pesepeda dari kecelakaan lalu lintas akibat kendaraan bermotor yang kehilangan kendali. Maka, proteksi jalur sepeda perlu dibuat dalam bentuk yang mencegah pelanggaran. Jalur sepeda yang terpisah dari kendaraan bermotor memberikan rasa selamat, aman, dan nyaman untuk seluruh pesepeda. Lalu, kenapa jalur sepeda ini harus diproteksi dengan beton? Penggunaan beton mampu memenuhi kebutuhan sebagai penahan gempuran dari kendaraan bermotor dan minim deteriorasi akibat cuaca.
Menyambut Peradaban Baru dengan Sepeda
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang perencanaan dan pembangunan mobilitas sangat bergantung pada kendaraan bermotor pribadi. Hal ini berdampak pada pembangunan ruang jalan dan tata kota yang didesain memberikan ruang seluas-luasnya kepada kendaraan bermotor pribadi, mulai dari penambahan ruas jalan sebagai solusi macet, penyediaan ruang-ruang parkir yang berlebih hingga prioritas anggaran yang lebih condong dalam mengakomodir sarana dan prasarana yang disebut di atas. Selama beberapa dekade, solusi-solusi semu ini terus menjadi jawaban atas masalah kemacetan dan polusi udara yang hingga saat ini masih menjadi masalah yang tidak berkesudahan.
Efek negatif dari penggunaan kendaraan bermotor pribadi menyentuh seluruh lapisan hidup warga Indonesia, mulai dari perampokan waktu yang dihabiskan dalam kemacetan, perampasan ruang publik untuk kebutuhan parkir, hingga kematian dini akibat penyakit seperti kanker paru-paru, serangan jantung, dan lain-lain. Menurut Budi Haryanto, Peneliti Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI), 75% polusi di Jakarta dihasilkan dari sektor transportasi. Kemacetan mengakibatkan tidak adanya kesempatan bagi udara untuk mengencerkan polutan. Akibatnya fatal, terdapat 5-10% peningkatan kematian karena penyakit akibat polusi sejalan dengan peningkatan PM10 sebesar 100 mikrogram per meter kubik per hari.
Fenomena sepeda dan bersepeda di Jakarta sesungguhnya menjadi bukti bahwa di kota seluas dan sekompleks Jakarta, warga masih dapat bermobilitas dengan sepeda yang dikombinasikan dengan jaringan transportasi yang baik dan terkoneksi dengan fasilitas sepeda. Kota-kota lain yang tidak seluas Jakarta menjadi sangat potensial untuk menjadi ramah bersepeda, di mana warga bahkan dapat bersepeda dari titik awal perjalanan langsung ke titik akhir perjalanan. Yang diperlukan adalah komitmen Pemerintah Kota untuk mengakomodir sarana dan prasarana pesepeda yang dapat menjamin keselamatan dan keamanan serta kenyamanan warga saat bersepeda. Hal ini ditandai dengan inisiatif revitalisasi kawasan-kawasan ikonik beberapa kota di Indonesia menjadi lebih ramah kendaraan non-bermotor. Sebut saja Yogyakarta dengan revitalisasi Malioboro dan Semarang dengan kawasan Kota Lama.
Sejatinya, sepeda sebagai moda transportasi memiliki berbagai manfaat untuk masalah-masalah perkotaan. Sebagai moda yang inklusif, seluruh warga dapat bersepeda terlepas dari tingkat ekonomi, dan pelbagai tujuannya, baik itu adalah rekreasi, berdagang, profesi, olahraga, hingga mobilitas. Bersepeda merupakan moda transportasi yang juga ramah bagi anak-anak, lansia, dan teman-teman disabilitas, penggunaan sepeda memungkinan mereka untuk dapat bepergian secara mandiri. Seperti yang baru-baru ini viral, pesepeda disabilitas, Achmad Budi Santoso, yang mengayuh sepeda dengan satu kaki dan menenteng kruk menggunakan jalur sepeda terproteksi.
Penggunaan jalur sepeda untuk berbagai kepentingan bersepeda warga, termasuk oleh Achmad Budi Santoso, peseda disabilitas yang bersepeda dalam perjalanan ke dan dari kantornya.
Sebagai transportasi ramah lingkungan, Sepeda dapat menjadi bagian dari solusi polusi udara yang kian mengkhawatirkan. Menurut laporan dari Greenpeace Asia Tenggara, bersamaan dengan pembatasan sosial yang menurunkan mobilitas warga, tingkat Nitrogen Dioksida (NO2) di Jakarta juga turun 30% pada April 2020 apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selama masa PSBB transisi, konsentrasi PM2.5 dan NO2 di Jakarta terus meningkat. Hingga pada April 2021, tingkat NO2 di Jakarta kembali mengalami peningkatan sebesar 28%. Kualitas udara bersih merupakan salah satu keuntungan yang dapat diraup oleh warga kota dengan penggunaan sepeda sebagai moda transportasi pendukung bagi transportasi publik dengan sumber energi terbarukan.
Hak warga kota untuk bersepeda dengan aman sudah dijamin oleh peraturan perundangan, yang wajib dipenuhi melalui adanya infrastruktur yang mementingkan keselamatan dan keamanan pesepeda. Momentum tingginya antusiasme warga untuk bersepeda sudah sepatutnya direspon dengan tindakan nyata oleh pemerintah. Ironisnya, justru di saat warga sedang menikmati bersepeda, alih-alih memudahkan kepemilikan dan penggunaan sepeda, pembelian kendaraan bermotor pribadi terus dimanjakan dengan relaksasi pajak mobil. Belum lagi beragam komentar dan kebijakan yang menafikan keberadaan pesepeda di kota. Sudah, cukupkan komentar dan wacana pepesan kosong yang tidak berpihak pada kelompok paling rentan di jalan. Ditunggu aksi nyata dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, salah satunya dengan pembangunan jalur sepeda terproteksi.