August 24, 2023

Meningkatkan Keselamatan di Jalan Melalui Adopsi Sepeda Motor Listrik

Oleh Michael Tanuhardjo, Urban Development Associate ITDP Indonesia

Pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi ke kendaraan listrik; potongan PPN dari 11% menjadi 1% untuk mobil listrik dan subsidi sebesar rata-rata 7 juta per unit motor listrik dengan target untuk mengurangi polusi udara. Dengan kepopuleran motor, elektrifikasi motor apabila direncanakan dengan benar juga dapat mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan.

Sejalan dengan popularitas sepeda motor di Indonesia yang tinggi, kecelakaan lalu lintas di Indonesia juga didominasi oleh sepeda motor. Di tahun 2022, Korlantas Polri mencatat sebanyak 131.500 angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia, di mana 74,35%-nya terjadi pada sepeda motor.

Untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas, sudah sewajarnya permasalahan keselamatan ditangani dengan fokus dimulai dari sepeda motor. Road Safety Association Indonesia (RSA Indonesia) mengidentifikasi lima perilaku pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yaitu ceroboh terhadap lalu lintas dari depan, gagal menjaga jarak aman, ceroboh saat belok, ceroboh aturan jalan dan ceroboh saat menyalip1. Kemudahan manuver sepeda motor membuat pengendara mudah melakukan manuver yang seringkali membahayakan keselamatan pengguna jalan lain seperti dengan memotong atau menyalip kendaraan bermotor lainnya dan juga termasuk melanggar peraturan lalu lintas seperti melawan arah atau menggunakan trotoar. Hal ini diperparah dengan faktor kecepatan kendaraan bermotor yang hampir pasti melebihi batas kecepatan yang sudah ditentukan. Korlantas Polri mencatat bahwa kecelakaan lalu lintas terbanyak terjadi pada saat cuaca cerah dan jalan lurus2 yang dapat mengindikasikan faktor kecepatan menjadi penyebab pokok kecelakaan lalu lintas.

Secara umum, kecepatan kendaraan dapat meningkatkan probabilitas dan fatalitas kecelakaan. Dengan kecepatan yang lebih tinggi, pengemudi membutuhkan jarak pengereman atau waktu reaksi yang lebih tinggi serta memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih rendah sehingga tingkat probabilitas kecelakaan lebih tinggi. Tingkat fatalitas kecelakaan kendaraan bermotor juga sejalan dengan tingginya kecepatan. Ilustrasi di bawah menunjukan bahwa tingkat fatalitas pejalan kaki yang ditabrak oleh sebuah mobil dengan kecepatan 30 km/jam (20 mph) berada di tingkat 10%. Namun ketika kecepatan bertambah 20 km/jam hingga menjadi 50 km/jam, tingkat fatalitas meningkat hingga 8 kali lipat3.

Dengan harganya yang relatif terjangkau, sepeda motor menjadi favorit masyarakat Indonesia, termasuk untuk perjalanan jarak menengah hingga jauh yang idealnya ditempuh dengan jenis kendaraan yang lebih stabil seperti mobil. Diolah dari Statistik Komuter Jabodetabek (2019), rata-rata jarak yang ditempuh komuter yang menggunakan sepeda motor mencapai 18,33 km sedangkan komuter yang menggunakan mobil menempuh jarak rata-rata 25,85 km. Sebuah studi oleh Nugroho (2013), menunjukan bahwa di wilayah hukum Polda Metro Jaya, kecelakaan sepeda motor terjadi setelah pengendara menempuh perjalanan 11,5 kilometer4 yang lebih rendah dari rata-rata jarak tempuh komuter Jabodetabek dengan sepeda motor. Dengan sepeda motor yang digunakan untuk menempuh perjalanan dengan jarak yang tinggi ditambah dengan faktor kecepatan serta ketidakpatuhan akan peraturan lalu lintas membuat sepeda motor mudah terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.

Intervensi traffic calming berupa rumble strips di pelican crossing Bundaran HI

Dengan arah membangun kota sebagai pejalan kaki, sudah selayaknya mewujudkan ruang jalan yang aman dan selamat, dimulai dari pembatasan kecepatan kendaraan bermotor. Sayangnya, pembatasan kecepatan di jalan dengan rambu lalu lintas atau marka jalan, seringkali tidak efektif untuk mengurangi kecepatan kendaraan bermotor. Strategi pembatasan kecepatan dengan intervensi fisik (traffic calming) pada umumnya dapat digunakan namun seringkali penggunaannya terbatas pada area-area tertentu. Strategi lain yang bisa dilakukan adalah pembatasan kecepatan pada kendaraan bermotornya, atau pembatasan kapasitas mesin atau daya kendaraan bermotor yang beredar, terutama untuk di dalam perkotaan.

Dalam beberapa tahun ke belakang, sepeda motor listrik sudah mulai banyak beredar di jalanan. Walaupun berada dalam kategori yang sama, sepeda motor listrik memiliki beberapa perbedaan karakteristik dengan sepeda motor konvensional berbahan bakar minyak. Saat ini, sepeda motor listrik memiliki kecepatan maksimal yang lebih rendah daripada sepeda motor konvensional walaupun memiliki torsi yang lebih tinggi sehingga lebih mudah untuk mencapai kecepatan maksimal. Dengan kapasitas baterai yang masih terbatas, jarak tempuh sepeda motor listrik juga masih lebih rendah dibandingkan dengan sepeda motor konvensional walaupun masih lebih dari cukup untuk perjalanan di dalam kota. Perbedaan karakteristik ini mungkin dilihat sebagai kekurangan bagi masyarakat yang sudah terbiasa dengan kepraktisan sepeda motor konvensional, namun hal ini dapat menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk memposisikan sepeda motor sebagaimana mestinya. Idealnya, sepeda motor diposisikan sebagai moda transportasi pengganti sepeda alih-alih mobil, dengan target perjalanan jarak pendek yang selamat dengan kecepatan maksimalnya yang juga tidak terlalu tinggi. Regulasi yang dikeluarkan dapat ditingkatkan dan ditegakan seiring dengan penetrasi sepeda motor listrik, misalnya dengan hanya mengizinkan sepeda motor listrik dengan kecepatan maksimal 50 km/jam untuk di jual di Indonesia, sekaligus secara bertahap menggantikan sepeda motor konvensional yang memiliki kecepatan lebih tinggi.

Selain sepeda motor listrik, dalam kategori kendaraan roda dua listrik juga terdapat sepeda listrik, baik dalam bentuk pedal assist atau dengan motor listrik sepenuhnya. Dengan mewujudkan ruang jalan yang lebih selamat untuk semua pengguna jalan, sepeda listrik bisa menjadi pilihan terbaik untuk menggantikan perjalanan jarak pendek yang tidak dapat ditempuh dengan sepeda kayuh atau berjalan kaki. Namun, dengan jarak perjalanan yang sudah terlanjur jauh khususnya di kota metropolitan, diperlukan strategi pendukung untuk membuat sepeda atau sepeda motor listrik dengan kecepatan yang lebih rendahnya itu hanya digunakan untuk perjalanan jarak dekat. Tata kota yang lebih terpadu dengan penyediaan hunian di tengah kota dapat menjadi solusi jangka panjang yang paling berkelanjutan. Sementara itu, penyediaan dan peningkatan layanan transportasi publik serta transportasi aktif seperti jalur sepeda dan trotoar diperlukan sebagai strategi jangka pendek untuk mendorong peralihan dari sepeda motor konvensional.

Meningkatkan keselamatan jalan dapat dimulai dari mengurangi kecepatan kendaraan bermotor. Keberadaan kendaraan listrik, khususnya sepeda motor listrik yang menjadi primadona moda transportasi masyarakat di Indonesia dapat menjadi kesempatan untuk mendukung kendaraan bermotor yang lebih ramah lingkungan dan tidak membahayakan pengguna jalan lainnya. Bersamaan dengan itu, peningkatan kesadaran seluruh pengguna jalan, serta peningkatan kualitas layanan transportasi publik dan transportasi aktif perlu dilakukan. Dengan demikian, dapat terwujud kota yang lebih selamat dan layak huni untuk semua.


1Ngeri! Pengendara Motor Jadi Penyumbang Kecelakaan Tertinggi di Indonesia, RSA Lakukan Ini

2Korlantas Polri: Korban Kecelakaan Paling Banyak Usia Pelajar

3Literature Review on Vehicle Travel Speeds and Pedestrian Injuries

4Analisis jarak tempuh pengemudi sepeda motor terhadap kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polda Metro Jaya

 

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend