January 31, 2024

Semarang: Dari Kota Lama, Menuju Kota Masa Depan

Oleh Annisa Dyah Lazuardini, Urban and Visual Design Associate II ITDP Indonesia

Di berbagai kota, kawasan kota lama selalu memiliki daya tariknya tersendiri bagi wisatawan maupun warga setempat. Jika menilik sejarahnya, kota-kota ini dibangun sebelum abad 20, yang berarti sebelum kendaraan bermotor menyesaki ruang jalan perkotaan. Terlihat dari tata ruangnya yang memiliki skala humanis; ruang jalannya tidak lebar, terdiri dari blok-blok kecil, serta muka bangunannya aktif dan memiliki akses langsung ke ruang berjalan kaki dan bersepeda. Kawasan yang kini kita sebut sebagai ‘kota lama’, nyatanya lebih selaras dengan konsep kota berkelanjutan. 

Sebagai pusat pemerintahan, industri, dan perdagangan di masa kolonial, Kota Lama Semarang merupakan cagar budaya yang kini menjadi kawasan strategis sosial dan budaya bagi Kota Semarang. Demi mewujudkan kawasan ini menjadi kota pusaka warisan dunia yang diakui UNESCO, sejak tahun 2017 revitalisasi di Kota Lama Semarang telah gencar dilakukan. Termasuk menetapkan kawasan ini menjadi kawasan ramah pejalan kaki serta mewujudkan konsep transportasi hijau untuk mengurangi polusi udara, melalui Perda Kota Semarang No. 6 Tahun 2021.

Di kawasan cagar budaya, dampak dari tingginya volum lalu lintas kendaraan bermotor bukan hanya membahayakan pejalan kaki dan pesepeda, namun juga bangunan-bangunan tua yang sensitif terhadap getaran akibat kendaraan bermotor yang melintas. Kondisi ini semakin mempertegas urgensi pembatasan penggunaan kendaraan bermotor di kawasan ini, serta mendorong warga maupun pendatang untuk menggunakan transportasi publik menuju kawasan, dan berjalan kaki atau bersepeda di dalam kawasan Kota Lama.

Upaya Berkelanjutan untuk menuju masa depan yang berkelanjutan

Sejak tahun 2017, ITDP Indonesia telah memberikan asistensi teknis transportasi berkelanjutan kepada Kota Semarang, termasuk peningkatan layanan Trans Semarang, layanan bus milik pemerintah kota. Sebagai kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia, Semarang merupakan kota pertama selain Jakarta yang mengimplementasikan sistem bus milik pemerintah kota, dengan komitmen anggaran yang konsisten dibandingkan dengan kota-kota lain yang memulai sekitar tahun yang sama. Namun demikian, pada tahun 2017, pangsa moda angkutan umum masih sekitar 20% di Semarang (Survei ITDP & IGES, 2017).

Meskipun 60% penumpang Trans Semarang berjalan kaki untuk mengakses halte (Rakhmatulloh et al., 2020), aksesibilitas dan konektivitas first-last mile ke Trans Semarang masih menjadi masalah. Maka dari itu, pada tahun 2021-2022, bersama dengan komunitas lokal Semarang, kami menyusun rekomendasi Mobilitas Inklusif Semarang, berdasarkan konsensus dari perwakilan kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas dan perempuan.

Konsensus ini menjadi prinsip dasar dalam rekomendasi teknis kami, termasuk aksesibilitas Trans Semarang dan infrastruktur transportasi tidak bermotor. Tahun ini, kami melanjutkan bantuan kami dalam mengurangi emisi di Semarang melalui studi Rekomendasi Rute Pilot Bus Listrik untuk Trans Semarang, Peningkatan Konektivitas dan Aksesibilitas Kawasan Kota Lama Semarang, dan Panduan Teknis Perencanaan Pengembangan Layanan Sepeda Sewa di Kota Semarang yang akan diadopsi ke dalam Roadmap NMT kota.

Secara umum, pedoman pelaksanaan pengembangan kawasan Kota Lama telah diatur melalui Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Semarang Nomor 29 Tahun 2023. Namun, untuk pengembangan jangka panjang sebagai kawasan rendah emisi yang ramah pejalan kaki, ITDP mengidentifikasi adanya kebutuhan penyesuaian sirkulasi lalu lintas, peningkatan fasilitas penyeberangan, penambahan peneduhan dan aktivasi muka bangunan, integrasi antarmoda transportasi publik, hingga penyediaan layanan sepeda sewa.

 Memahami kebutuhan pengguna ruang

Salah satu tantangan yang kerap dihadapi dalam proses pengembangan kawasan adalah banyaknya pihak yang harus urun terlibat. Di luar keterlibatan masyarakat yang beraktivitas di kawasan tersebut, yang sejak awal harus dipastikan adalah visi yang sama antara pihak perencana, pengelola, dan regulator dalam mewujudkan tata ruang yang berkelanjutan. Untuk itu, pada 13 Juli 2023 ITDP Indonesia berkolaborasi dengan Katadata Green menyelenggarakan FGD yang melibatkan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L), Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang,  Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Dishub Kota dan Provinsi, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, hingga operator transportasi publik seperti BLU UPTD Trans Semarang dan PT. Kereta Api Indonesia. Melalui FGD, setiap pemangku kepentingan dapat berbagi keprihatinan dan saran untuk desain, dan kami berhasil menentukan lokasi halte, rencana manajemen lalu lintas, dan desain ulang persimpangan.

Kunci untuk memahami isu-isu aksesibilitas pejalan kaki adalah dengan memiliki pengalaman langsung berjalan kaki di area tersebut. ITDP telah menggunakan pendekatan ini untuk menilai aksesibilitas Trans Semarang bersama kelompok rentan pada tahun 2022, dan pada tahun 2023 kami mengundang peserta FGD untuk berjalan kaki menyusuri rute pejalan kaki usulan untuk membantu pemangku kepentingan memahami isu di lapangan, untuk didiskusikan bersama. Selain itu, untuk memahami perspektif yang lebih luas dari penduduk lokal dan wisatawan Semarang, kami melakukan survei interaktif untuk menangkap persepsi tentang keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki di kawasan Kota Lama. Wisatawan, penduduk lokal, pemilik bisnis, pekerja, pengguna Trans Semarang, dan anak-anak diundang untuk memetakan tujuan favorit mereka, hambatan berjalan kaki, dan keinginan mereka untuk menggunakan layanan sepeda sewa.

Melalui survei kami di kawasan Kota Tua, isu yang paling banyak disoroti adalah ketersediaan fasilitas penyeberangan dan aktivasi ruang jalan di malam hari untuk meningkatkan keamanan pejalan kaki. Masih banyak persimpangan yang dirasa belum memprioritaskan pejalan kaki, seperti di Jalan Cendrawasih, simpang Museum Kota Lama, dan di sepanjang Jalan Letjen Suprapto. Ruang jalan dan persimpangan ini merupakan akses utama menuju titik transportasi publik terdekat, menunjukkan urgensi perbaikan fasilitas pejalan kaki untuk mendorong penggunaan transportasi publik dalam mengakses kawasan Kota Lama.

Selain perbaikan fasilitas pejalan kaki, berdasarkan survei evaluasi ITDP (2023) terhadap sistem sepeda sewa yang sudah ada, lebih dari 95% responden menginginkan agar layanan sepeda sewa tetap dilanjutkan. Namun, mereka menyebutkan perlunya perbaikan; akses yang lebih mudah untuk layanan dan informasinya, serta tarif yang lebih terjangkau. Pergeseran yang menarik dari penggunaan sepeda sewa untuk tujuan mobilitas juga terlihat dari survei tersebut, dari 6,7% menjadi 43% jika layanan ditingkatkan. Mengingat 58% penggunaan moda transportasi di Semarang adalah sepeda motor, layanan sepeda sewa di seluruh kota dapat menciptakan potensi peralihan dari pengguna sepeda motor.

Mengawali langkah menuju kota masa depan yang berkelanjutan

Kota Semarang telah memulai perjalanannya untuk mengembangkan transportasi berkelanjutan dengan perencanaan jalur khusus BRT revitalisasi Kota Lama, namun langkah yang lebih berani harus diambil untuk memastikan peralihan menuju moda transportasi berkelanjutan. Memastikan aksesibilitas kilometer awal dan akhir transportasi publik untuk diintegrasikan ke dalam Peta Jalan Transportasi Tidak Bermotor (NMT Roadmap) yang disusun oleh pemerintah kota sangat krusial, apalagi mempertimbangkan mayoritas pengguna Trans Semarang merupakan kelompok rentan, termasuk perempuan dengan anak, penumpang membawa barang, lansia, dan penyandang disabilitas (Survei ITDP, 2022). Meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas juga berarti memperbaiki pengaturan lalu lintas dan pembatasan kendaraan bermotor, redistribusi ruang jalan yang memprioritaskan mobilitas aktif, peningkatan akses halte bus, penyediaan layanan mobilitas mikro, dan desain simpang yang lebih aman.

Upaya peningkatan Kota Lama Semarang sebagai kawasan strategis kota merupakan batu loncatan terwujudnya perbaikan di tingkat kota; menjadikan Kota Semarang lebih inklusif, aksesibel, dan berkelanjutan.

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP