March 21, 2024
Urban Transport Discussion #31: Integrasi Kelembagaan, Solusi Karut Marut Transportasi Jabodetabek?
Sebagai bagian dari kegiatan diseminasi studi Integrasi Transportasi Publik di Jabodetabek yang didukung oleh Pemerintah Inggris melalui program UK PACT, ITDP Indonesia menyelenggarakan diskusi publik “Urban Transport Discussion #31: Integrasi Kelembagaan, Solusi Karut Marut Transportasi Jabodetabek?” pada 20 Maret 2024 di CGV Poins Square Mall, Lebak Bulus, Jakarta. Adinda Ramadhaning Kusumo, Jurnalis Kompas TV, memandu acara diskusi publik ini sebagai moderator, dan dihadiri oleh para narasumber; Hananto Prakoso, Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat BPTJ (BPTJ), Gatot Indra Koswara, Kepala Divisi Operasional PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Dewi Pancawati, Peneliti Litbang Kompas, dan Gonggomtua E. Sitanggang, Direktur Asia Tenggara ITDP.
Gonggom membuka diskusi dengan menjelaskan bahwa integrasi transportasi publik meliputi tarif, kelembagaan, dan keselamatan atau pelayanan. Sistem transportasi publik di Jakarta saat ini dapat dibilang baik. Namun, perlu memastikan aksesibilitas transportasi publik masyarakat yang berasal dari luar Jakarta yakni area Bodetabek untuk bermobilitas. “Contohnya, komuter yang harus menyambung ke Tangerang Selatan dari Lebak Bulus dengan sisi pelayanan yang kurang memadai. Dari contoh segi tarif, komuter yang menggunakan angkot harus membayar dengan cash,” paparnya. Lebih lanjut, integrasi dapat dilakukan apabila sudah ada lembaga yang dapat mengintegrasikan keseluruhan aspek integrasi tersebut untuk menjamin ketersediaan dan kenyamanan transportasi umum untuk masyarakat Jabodetabek dan tentunya dapat mendorong ketercapaian mode share transportasi publik mencapai 60%.
Hananto menambahkan upaya skala prioritas untuk integrasi transportasi publik melalui ekspansi rute layanan angkutan umum yang ditargetkan kepada kawasan perumahan kelas menengah untuk melakukan shifting dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum tanpa transit (point-to-point). Hal tersebut dikarenakan adanya gap dari jumlah penduduk sebesar 7,9 juta penduduk dengan pengguna captive sejumlah 1,2 juta pengguna. “Selain itu, konsep integrasi kelembagaan sudah masuk ke RPJMN 2025-2029. Ke depan, kota-kota aglomerasi di Indonesia akan bergerak sangat cepat dan perlu ada koordinasi yang baik antar pemerintah daerah. Bappenas sudah memasukkan 10/11 kota aglomerasi yang menjadi prioritas untuk pembentukan lembaga,” ungkapnya.
Di sisi lain, Dewi menjelaskan bahwa Kompas sudah melakukan liputan khusus terkait isu kemacetan yang dilakukan pada 2022 dengan temuan bahwa masyarakat sudah mengapresiasi ketersediaan dan tarif dari transportasi publik. Namun, hal tersebut masih belum diikuti dengan perubahan perilaku untuk beralih ke moda transportasi publik, terutama masyarakat berasal dari wilayah Bodetabek yang bermobilitas dengan kendaraan pribadi. “Aspek push policy (kebijakan pembatasan kendaraan bermotor pribadi) menjadi sangat penting untuk peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Kebijakan berbasis fiskal yang lebih tegas seperti pembatasan kendaraan dan tarif parkir bisa menjadi contoh untuk diterapkan. Perlu kebijakan-kebijakan yang lebih tegas lagi, yang berbasis ekonomi terkait pembatasan kendaraan, parkir, tarif tol. Lembaga integrasi juga perlu,” jelas Dewi.
Gatot menyampaikan usulan dari Transjakarta perihal integrasi transportasi publik melaui kelembagaan dengan adanya regulator dari pihak kementerian.”Termasuk pengalihan tanggung jawab pemberian subsidi ke pemerintah pusat agar executing agency (misal seperti Transjakarta sebagai operator) akan memperoleh subsidi untuk pelayanan transportasi publik dengan harapan layanan transportasi publik di seluruh Jabodetabek menjadi seragam,” jelasnya.
Diskusi dilanjutkan dengan sesi Q&A dari para peserta acara kepada para narasumber. Kemudian ditutup dengan kesimpulan yang disampaikan oleh moderator, bahwa perlu ada percepatan keberadaan lembaga terintegrasi di bawah presiden langsung, untuk mencapai target 60% mode share dan mendorong peningkatan aksesibilitas. Serta payung hukum yang jelas dalam mengatur integrasi transportasi publik di Jabodetabek, utamanya berkaitan dengan mendorong political will di masing-masing kota.