June 19, 2024

Peran Penting Kolaborasi Lintas Lembaga dalam Membangun Transportasi Publik Aman dan Bebas dari Kekerasan Seksual

Deliani Poetriayu Siregar, Urban and Inclusive Planning Manager ITDP Indonesia menjadi salah satu narasumber diskusi antar lembaga dan instansi bertema “Membangun Transportasi Publik yang Aman dan Bebas dari Kekerasan Seksual” (12/06) yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dengan Yayasan Kalyanamitra.

Diskusi ini dibuka oleh Eni Wirdiyati, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, serta Windi dari Yayasan Kalyanamitra yang menyampaikan tujuan kegiatan diskusi untuk mewujudkan transportasi publik yang aman dari kekerasan seksual. Acara dilanjutkan dengan presentasi-presentasi dari para narasumber ahli;  Raden Rachmat Herwannuri, Kepala Subbidang Rencana Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bidang Perencanaan dan Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Perhubungan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Perhubungan), menjelaskan kanal pelaporan kekerasan seksual yang disediakan oleh Dinas Perhubungan. Selanjutnya, Trijatmi Erawati, Kepala Divisi Pengembangan dan Pemeliharaan Prasarana PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), memberikan presentasi mengenai langkah-langkah yang dilakukan Transjakarta dalam menangani kekerasan seksual, termasuk pelatihan pramusapa, kampanye online dan offline, serta penyediaan bus pink dan area khusus perempuan di 20 unit seluruh koridor.

Deliani Poetriayu Siregar, Urban and Inclusive Planning Manager ITDP Indonesia menyampaikan presentasi bertajuk Upaya Mewujudkan Transportasi Publik Ramah Perempuan.

Dalam presentasinya yang membahas Upaya Mewujudkan Transportasi Publik Ramah Perempuan, Deliani menegaskan pentingnya aspek keamanan dan keselamatan bagi perempuan yang menghimpun tugas ganda dengan bermobilitas di beberapa titik hentian. Hal tersebut berhubungan dengan empat poin utama mobilitas perempuan berdasarkan pertimbangan dan pengambilan keputusan yakni; keamanan, keselamatan, pilihan dan ketersediaan layanan, dan biaya. Dengan tidak adanya pertimbangan perempuan dalam bermobilitas pada malam hari di kota, perempuan perlu mengambil rute yang lebih panjang dengan waktu mobilitas yang lebih lama. Serta, perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak. Deliani menambahkan rekomendasi langkah jangka pendek untuk penanganan dan mitigasi pelecehan maupun kekerasan seksual di transportasi publik yang terdiri dari sebagai berikut:

  • Perumusan & implementasi Standar Operasional Pelayanan (SOP) untuk penanganan dan mitigasi kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual di angkutan umum.
  • Membentuk “satgas” lintas dinas dan pelibatan kepolisian sebagai bagian dari skema pelaporan dan penanganan kasus.
  • Penerapan peringatan dan sanksi bagi operator transportasi publik yang tidak menjalankan strategi mitigasi oleh Dinas Perhubungan, termasuk untuk membantu korban saat terjadi kasus.
  • Sosialisasi, pengarahan, dan pelatihan berkala tentang tindakan maupun pertolongan yang bisa diberikan oleh sopir atau staff operator saat terjadi tindak pelecehan/kekerasan seksual di angkot, termasuk aktivasi sopir dan staff angkot sebagai active bystanders.
  • Memastikan layanan darurat yang berfungsi dan dapat diakses melalui banyak platform.

Di samping itu, Deliani juga menjelaskan bahwa rekomendasi jangka pendek tersebut perlu diimbangi dengan intervensi jangka panjang seperti peningkatan operasional, terutama penambahan armada dan gerbong yang dapat memberikan personal space lebih untuk mengurangi kemungkinan sentuhan fisik. Sehubungan dengan kebutuhan mobilitas perempuan di kota, pencegahan kekerasan di transportasi publik perlu dilihat secara keseluruhan perjalanan. Bukan hanya di satu armada transportasi publik, melainkan fokus terhadap perjalanan first mile dan last mile, serta ruang antara seperti trotoar dan penyeberangan. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi antar instansi agar dapat menciptakan rasa aman dan keselamatan bagi perempuan sepanjang perjalanannya.

Diskusi yang juga dihadiri oleh Hegel Terome, Senior Manager Yayasan Kalyanamitra menekankan bahwa negara memiliki peran besar sebagai regulator dan operator dalam menciptakan transportasi publik yang aman. Sesi tanya jawab mengungkap berbagai program Transjakarta dan upaya edukasi bagi pramudi mikrotrans dalam menghadapi tindakan kekerasan. Kegiatan diskusi ini diakhiri dengan rencana pelaksanaan bimbingan teknis antara lembaga, instansi, dan kementerian terkait mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pada bulan Juli mendatang.

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend