August 05, 2024
Investasi untuk BRT Gold Standard
Oleh Gonggomtua Sitanggang, Direktur Asia Tenggara ITDP
Sejak diperkenalkan pada tahun 1974, sistem Bus Rapid Transit (BRT) telah menawarkan solusi yang menarik untuk mobilitas perkotaan. Sistem ini dapat memberikan layanan yang cepat, berkualitas tinggi, dapat diandalkan, aman, dan hemat biaya dengan pendanaan yang relatif rendah. Sistem ini telah berjalan dan terus berkembang di seluruh dunia. Saat ini, 5.842 km koridor BRT telah beroperasi, melayani 31,6 juta penumpang per harinya. Layaknya sistem peredaran darah di tubuh, BRT menjaga kehidupan perkotaan tetap lancar dengan memenuhi kebutuhan mobilitas warga kota. Menyadari manfaat-manfaat ini, semakin banyak kota yang menggunakan BRT untuk melayani penduduknya, mendorong berkurangnya ketergantungan pada kendaraan pribadi dan konsumsi energi yang lebih rendah.
Untuk memastikan kualitas sistem BRT di seluruh dunia, Standar BRT (BRT Standard) diperkenalkan pada 2012. Standar BRT yang diinisiasi oleh Institute for Transportasion and Development Policy (ITDP) adalah alat evaluasi BRT di seluruh dunia, dengan mengacu pada penerapan terbaik secara internasional. Standar yang disusun oleh Komite Teknis dan Institusi Pendukung dari seluruh dunia ini menetapkan definisi umum BRT dan mengidentifikasi praktik terbaik pada aspek desain dan operasional. Selain itu, Standar ini berfungsi sebagai sistem penilaian yang memungkinkan evaluasi dan pengakuan terhadap koridor-koridor BRT dalam aspek desain dan manajemen yang unggul. Selain memberikan gambaran umum tentang elemen desain BRT, Standar ini juga digunakan untuk mengevaluasi koridor BRT yang ada dan memberi peringkat sebagai Basic, Bronze (perunggu), Silver (perak), atau Gold (emas).
Standar BRT yang diperbarui mencerminkan pentingnya akses bagi para penyandang disabilitas, perempuan, dan pengasuh. Beberapa elemen telah disesuaikan untuk menciptakan akses yang adil dan memberikan keamanan bagi semua penumpang. Penambahan langkah-langkah transisi ke energi bersih dan ketangguhan sistem juga dapat meningkatkan kesiapsiagaan darurat masyarakat ketika terjadi bencana, mengatasi masalah perubahan iklim, dan meningkatkan kualitas udara, kesejahteraan manusia, dan kesehatan. Peningkatan lainnya adalah penambahan fokus operasi bisnis yang dapat mendorong operasi sistem yang berkualitas tinggi dan keberlanjutan jangka panjang.
Mencari Pendapatan Alternatif untuk Mempertahankan Kualitas Operasional BRT
Mempertahankan operasional BRT agar tetap memenuhi standar dan juga mengembangkan cakupannya membutuhkan pendanaan yang signifikan. Namun demikian, pemerintah, yang memiliki kemampuan terbesar dalam hal pembiayaan dan pendanaan transportasi publik, memiliki kapasitas yang terbatas dan beberapa masalah yang harus diatasi dalam periode tertentu. Sebagai contoh, dalam kasus Transjakarta, biaya operasionalnya telah meningkat sebesar 40% per tahun sementara sebagian besar pendapatannya bersumber dari subsidi pemerintah yang telah mencapai lebih dari Rp. 3 triliun (USD 185 juta4) per tahun. Rata-rata pendapatan dari tiket hanya mencapai 14% dari total pendapatan tahunan Transjakarta.
Melihat ke masa depan, peningkatan biaya untuk mengoperasikan BRT akan berdampak pada anggaran kota. Dalam beberapa kasus, pemerintah dapat memutuskan untuk memotong subsidi dan mengalihkan anggaran untuk hal-hal mendesak lainnya atau menciptakan operasi yang efisien dan terorganisir. Solusi langsung lainnya adalah dengan menaikkan tarif penumpang, namun hal ini kurang bijaksana karena akan berdampak langsung pada pengeluaran kelompok rentan yang menggunakan transportasi publik sehari-hari.
Saat ini, BRT dan operator transportasi publik lainnya umumnya bergantung pada pendapatan dari tiket atau subsidi pemerintah, namun ini bukan satu-satunya cara. BRT dapat memanfaatkan berbagai mekanisme pendanaan dan pembiayaan untuk menciptakan sistem yang mandiri dan terpelihara dengan baik. Salah satu strategi yang potensial adalah pengalokasian pendapatan.
Di Indonesia, Pemerintah Pusat telah menetapkan mandat kepada penganggaran daerah untuk mengalokasikan 10% dari pendapatan pajak kendaraan untuk perbaikan transportasi publik. Sumber pajak atau retribusi tambahan, seperti pendapatan parkir di kota-kota, juga dapat diarahkan untuk peningkatan BRT atau layanan transportasi publik secara umum. Selain itu, kebijakan-kebijakan seperti Kawasan Rendah Emisi (KRE) serta Jalan Berbayar Elektronik (ERP) dapat menjadi sumber pendanaan alternatif untuk operasi dan peningkatan BRT.
Partisipasi sektor swasta melalui Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) juga dapat secara signifikan meningkatkan pendapatan BRT. Sebagai contoh, memanfaatkan ruang stasiun untuk iklan komersial atau memasukkan area ritel kecil di dalam halte BRT dapat menghasilkan pendapatan non-farebox. Yang lebih menjanjikan lagi, value capture financing atau pembiayaan infrastruktur transportasi melalui perpajakan dari nilai lahan yang meningkat dan tercipta karena adanya akses transportasi, juga dapat diterapkan di sekitar stasiun BRT. Infrastruktur BRT yang fleksibel dan efisien meningkatkan aksesibilitas ke daerah-daerah terdekat dan meningkatkan nilai tanah di sekitarnya. Peningkatan nilai tanah ini dapat diperoleh melalui pajak atau kompensasi pembangunan, yang menyediakan dana untuk mengoperasikan, memelihara, dan meningkatkan sistem BRT.
Kebijakan value capture merupakan alternatif pembiayaan transportasi dengan memanfaatkan sumber daya swasta. Hal tersebut merupakan suatu konsep pembiayaan infrastruktur transportasi melalui perpajakan (taxation) dari nilai lahan yang meningkat dan tercipta karena adanya akses transportasi.
Mencapai BRT Gold Standard
Standar BRT telah menentukan langkah-langkah untuk meningkatkan keandalan dan efisiensi sistem BRT, juga memberikan angka pengurangan karena operasional yang buruk. BRT Gold Standard bukan perkara memenuhi kriteria-kriteria standardisasi semata, namun juga untuk memastikan bahwa sistem BRT tidak akan mengalami kepadatan, transfer penumpang yang sulit, hingga frekuensi bus yang jarang. Meskipun investasi yang dibutuhkan terlihat besar, namun keuntungan jangka panjangnya juga sama besar. Kota-kota dapat mengeksplorasi model-model pembiayaan yang inovatif, seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)dan pengambilan nilai lahan di dekat stasiun BRT, untuk mendukung transisi ini. Karenanya, ketika suatu kota berinvestasi dalam BRT Gold Standard, akan membuka potensi BRT untuk menjadi mesin ekonomi kota dengan memiliki transportasi publik yang efisien untuk menarik bisnis dan penduduk, merangsang pengembangan koridor hijau dan regenerasi perkotaan, dan pada akhirnya, mengurangi kemacetan lalu lintas.