February 10, 2025
Mengokohkan Komitmen Layanan Transportasi Publik Kota Semarang dengan Koridor Hijau
Oleh Efod Zhet Mangontan, Transport Assistant ITDP Indonesia
![Thumbnail](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Thumbnail.jpg)
Dengan APBD jauh di bawah Kota Jakarta, Semarang mampu menghadirkan sistem transportasi publik yang progresif bernama Trans Semarang. Bahkan, pada akhir tahun 2024, Kota Semarang menetapkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perhubungan yang menetapkan alokasi subsidi untuk angkutan orang, termasuk transportasi publik, minimal sebesar 5% dari APBD. Meski begitu, Trans Semarang bukan solusi tunggal dalam mengentaskan kemacetan dan isu polusi udara, karenanya kebijakan pendukung harus mulai dikembangkan untuk menyokong kinerjanya.
Trans Semarang, layanan transportasi bus kota yang diperkenalkan pada tahun 2009, telah mengalami perkembangan pesat. Dari hanya melayani satu rute, yakni Mangkang–Penggaron, layanan ini kini mencakup 8 rute utama dan 4 rute feeder.
![Gambar 2](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Gambar-2.png)
Peningkatan layanan Trans Semarang diiringi dengan jumlah kenaikan penumpang. Pada tahun 2022, Trans Semarang mencatat 15,43 juta perjalanan, naik 65,15% dibanding tahun 2021. Pada 2023, rata-rata 40.000 perjalanan menggunakan Trans Semarang dilakukan setiap hari.1 Tidak berhenti di situ, saat ini, Kota Semarang tengah mempersiapkan pembangunan BRT (Bus Rapid Transit) dengan jalur khusus pada rute Mangkang–Penggaron untuk meningkatkan kapasitas, kualitas, dan cakupan layanan.
Meski Kota Semarang menargetkan peningkatan persentase penggunaan moda (mode share) transportasi publik menjadi 20% dari total perjalanan harian pada tahun 20302, berdasarkan data tahun 2020, proporsi penggunaan transportasi publik baru mencapai 7% dari total perjalanan harian. Rendahnya penggunaan transportasi publik ini berkontribusi pada buruknya kualitas udara, dengan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dari sektor transportasi yang tercatat sebesar 823.887 ton CO2e pada tahun 20173.
Kebijakan pembatasan kendaraan bermotor pribadi di Kota Semarang yang belum diterapkan secara efektif memainkan peran penting yang menyebabkan masyarakat enggan berpindah ke Trans Semarang. Seperti, maraknya parkir liar on-street yang tarif parkirnya lebih rendah ketimbang Trans Semarang, serta tingkat keterisian parkir off-street yang rendah. Pembatasan kendaraan di beberapa wilayah seperti car-free day di Simpang Lima, car-free night di Kota Lama, serta pembatasan kendaraan berat pada jam kerja (06.00–07.30) patut diapresiasi. Namun, untuk dapat mendorong masyarakat berpindah ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan, kebijakan ini harus diperluas dan dijadikan permanen.
![Gambar 8](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Gambar-8.png)
Transportasi Publik Saja Tidak Cukup
Mispersepsi keberadaan transportasi publik saja (seharusnya) dapat mengentaskan kemacetan sering ditemui dalam kebijakan-kebijakan kota di Indonesia. Padahal, transportasi publik hanyalah bagian dari sistem transportasi berkelanjutan di mana aksesibilitas dan inklusivitas dalam mengakses transportasi publik, serta kebijakan disinsentif bagi pengguna kendaraan bermotor pribadi, menjadi bagian integral dalam sistem tersebut. Sayangnya, implementasi di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial. Inilah yang sering kali menyebabkan layanan transportasi publik kurang diminati dan berujung pada penghentian operasional.4
Untuk mengatasi tantangan ini, pengembangan sistem transportasi publik yang andal dapat dimulai dari koridor prioritas sebagai langkah awal sebelum diperluas skalanya yang dikenal dengan konsep Koridor Hijau. Konsep ini memprioritaskan mobilitas rendah emisi dalam skala koridor dengan kombinasi strategi push dan pull, untuk mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik moda transportasi ramah lingkungan lainnya. Fokus pada area terbatas juga memungkinkan evaluasi dan penyempurnaan sebelum diterapkan dalam skala lebih besar.
![Gambar 9](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Gambar-9.png)
Dalam konteks Kota Semarang, ITDP Indonesia didukung oleh UK PACT merekomendasikan penerapan konsep ini difokuskan pada Koridor I dan Koridor IV Trans Semarang. Hal ini didasarkan pada rute potensi untuk uji coba operasional bus listrik yang terangkum dalam studi ITDP Indonesia tahun 2023. Studi ini mengidentifikasi adanya manfaat lingkungan berupa penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 42,9%, setara dengan pengurangan sebesar 5.238 ton CO2e per tahun dibandingkan skenario Business as Usual (BaU).
![Gambar 10](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Gambar-10.png)
Dalam implementasinya, intervensi konsep Koridor Hijau dapat dimulai pada area tertentu sebagai target jangka pendek. Area prioritas ini menjadi fokus utama penerapan strategi push dan pull dengan tingkat intervensi yang lebih ketat. Penentuan ruas jalan prioritas tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan utama, meliputi:
- Irisan Rute Koridor I dan IV: Terletak di pusat kota dan dilintasi berbagai rute koridor lainnya. Intervensi awal di ruas ini dapat mengakomodasi perpindahan antar kawasan penting di kota, sehingga dapat meningkatkan konektivitas yang lebih baik antar koridor.
- Keberadaan Rencana Jalur Khusus BRT: Ruas prioritas mencakup sekitar 60% dari rencana jalur khusus BRT Trans Semarang, sehingga dapat mendukung operasional BRT dan mendorong peralihan ke transportasi publik.
- Guna Lahan Beragam dan Konsentrasi Point of Interest (PoI) yang Tinggi: Sebagai pusat aktivitas masyarakat, intervensi awal dapat meningkatkan aksesibilitas dan mendukung mobilitas urban.
![Gambar 11](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Gambar-11.png)
Pengembangan koridor hijau tidak berhenti pada intervensi awal di ruas jalan prioritas, tetapi perlu dilakukan secara bertahap untuk memastikan keberlanjutan dan dampak yang optimal. ITDP Indonesia merekomendasikan tiga tahapan pengembangan berikut.
Tahapan | Karakteristik |
Jangka Pendek:
Fokus pada irisan Koridor I dan Koridor IV Trans Semarang |
|
Jangka Menengah:
Fokus pada seluruh Koridor I dan Koridor IV Trans Semarang |
|
Jangka Panjang:
Menyasar seluruh koridor/rute Trans Semarang |
|
Penerapan koridor hijau tidak hanya mengatasi kemacetan dan polusi udara, tetapi juga mengokohkan komitmen Semarang terhadap transportasi berkelanjutan, menjadikannya contoh bagi kota-kota lain dalam menciptakan masa depan yang lebih nyaman dan berkelanjutan bagi warganya.
Studi “Pengembangan Koridor Hijau Kota Semarang” yang disusun oleh ITDP Indonesia dengan dukungan UK Partnering for Accelerated Climate Transition (UK PACT) merumuskan konsep pengembangan koridor hijau, termasuk rekomendasi lokasi prioritas serta rencana aksi yang diperlukan untuk implementasi kebijakan tersebut. Dengan pendekatan berbasis analisis celah terhadap kebijakan yang ada, studi ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi Pemerintah Kota Semarang dalam menentukan langkah strategis untuk pengembangan koridor hijau. Lebih dari itu, studi ini juga dapat menjadi referensi bagi kota-kota lain di Indonesia dalam merencanakan sistem transportasi publik yang berkelanjutan dan sistematis, sehingga dapat mendukung terciptanya kota yang lebih layak huni di masa depan.
![Cover](https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2025/02/Cover-1-scaled.jpg)
Referensi:
- PT Mitra Pembangunan Jaya. (2023). Pengkinian Studi Kelayakan Bus Rapid Transt Semarang. Laporan Akhir.
- PT Mitra Pembangunan Jaya. (2020). Low Emission Intefrated Mass Transit Plan (Urban Mobility Plan) Kota Semarang. Laporan Akhir.
- Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang. (2017). Kajian Inventarisasi Emisi Kota Semarang. Laporan Akhir.
- Dokumentasi Evaluasi Program Buy-the-Service Teman Bus di Indonesia