May 28, 2025
BRT TransMebidang: Babak Baru Mobilitas Kota Medan
Oleh Kemal Yahya Fardianto, Transport Associate ITDP Indonesia

BRT TransMebidang hadir sebagai babak baru dalam mobilitas Kota Medan, membuka harapan akan sistem transportasi publik yang lebih manusiawi dan berkelanjutan. Halte pertamanya di Lapangan Merdeka bukan hanya infrastruktur baru, tetapi juga simbol visi kota untuk menciptakan ruang bergerak yang adil dan setara bagi semua. Meski demikian, masih banyak tantangan yang harus dihadapi ke depan, menjadi pengingat bahwa revolusi mobilitas ini membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan inklusif.
Buah Kolaborasi Menata Transportasi Kota Medan
Pagi itu (19/2), mentari menyapu Lapangan Merdeka yang baru direnovasi. Kilauannya memantul di jalur pedestrian yang lebih rapi dan lapang. Saat pagi berlanjut, jalanan mulai padat dan deru kendaraan bercampur riuh langkah pekerja yang bergegas. Namun, di sudut lapangan dekat Kantor Pos, suasana berbeda. Petugas Dinas Perhubungan sibuk merampungkan halte pertama BRT TransMebidang—menyeka kaca, memasang rambu, merapikan marka, memastikan segalanya siap.
Melaju senyap, bus-bus listrik mulai merapat di halte yang berdiri di median jalan, pemandangan baru yang segera menjadi kebiasaan bagi warga Medan. Hari itu bukan sekadar uji coba halte transit Lapangan Merdeka, melainkan simbol harapan. Angin segar bagi kota yang mendambakan mobilitas lebih manusiawi. Sebuah kemenangan kecil dalam perjalanan panjang mewujudkan BRT TransMebidang, sekaligus bukti nyata dari keberhasilan kolaborasi Kota Medan dan ITDP Indonesia. Meski begitu, ini baru langkah awal, pekerjaan untuk membangun sistem transportasi yang benar-benar berkelanjutan masih jauh dari selesai.
Dari Rencana ke Realisasi: Perjalanan Panjang BRT TransMebidang
Realisasi pembangunan dan peresmian Halte Lapangan Merdeka merupakan hasil dari perencanaan panjang. Sejak 2016, ITDP merancang konsep BRT TransMebidang sebagai solusi transportasi massal di Medan, mulai dari mengintegrasikan koridor, merancang desain halte yang aman, hingga menyiapkan sistem pembayaran elektronik. Dengan dukungan dana US$224 juta dalam paket proyek Indonesia Mass Transit (MASTRAN) untuk realisasi sistem BRT di Metropolitan Medan dan Bandung yang disalurkan melalui Kementerian Perhubungan, gagasan itu kini mulai terwujud. Proyek ini memasuki tahap konstruksi pada 2024, mencakup pembangunan koridor, halte, depo, perangkat IT, serta pengadaan bus. Operasional awal ditargetkan mulai Agustus 2024 dengan 60 bus listrik yang melayani lima rute sepanjang 176,5 km. Pada 2027, sistem ini diharapkan beroperasi penuh dengan 515 bus listrik yang melayani 17 rute dan 32 halte besar di Medan, Binjai, dan Deli Serdang. Transformasi ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur, tetapi juga upaya membangun sistem transportasi massal yang lebih modern, efisien, dan berkelanjutan bagi kota.
Antara Konsep dan Kenyataan: Tantangan dalam Implementasi
Dalam peninjauan uji coba dan peresmian halte Lapangan Merdeka pada Februari 2025, ITDP Indonesia membandingkan desain awal dengan realisasi konstruksi. Hasilnya, secara umum konstruksi tidak jauh berbeda dari usulan ITDP, meski terdapat beberapa penyesuaian. Dari aspek lokasi, ITDP mengusulkan halte berada tepat di depan Balai Kota Lama untuk mengoptimalkan arus perjalanan bus melalui simpang pertigaan di depan Gedung Kantor Pos (Jalan Balai Kota – Jalan Bukit Barisan). Dalam pelaksanaannya, halte digeser ke arah selatan setelah pertigaan, menyesuaikan dengan renovasi Stasiun Medan dan pembangunan fly-over. Perubahan ini membuat pencacahan pergerakan yang semula bercabang di Jalan Bukit Barisan dialihkan ke Jalan Prof. H.M. Yamin.
Dari segi desain bangunan, perbedaan yang terlihat hanya terdapat pada lebar halte. ITDP mengusulkan lebar 4 meter, sesuai dengan panduan teknis perencanaan BRT Standard, agar kapasitas tampung penumpang halte memadai dan memberikan kenyamanan bagi pengguna. BRT Standard merupakan pedoman komprehensif perencanaan sistem bus rapid transit berkualitas tinggi yang dikembangkan oleh ITDP berdasarkan pengalamannya mengembangkan sistem BRT di berbagai kota termasuk Bogota, Jakarta, dan Guangzhou.
Pada realisasinya, lebar halte yang dibangun hanya sebesar 3 meter dengan lebar efektif 2,5 meter pada beberapa titik. Meski secara garis besar masih memenuhi syarat minimum lebar dari BRT Standard, namun proses pemantauan dan evaluasi berkala diperlukan untuk memastikan halte dapat menampung volume penumpang di masa depan. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan Kota Medan, pelebaran halte dimungkinkan pada sisi kanan halte. Saat ini, pintu naik-turun penumpang hanya tersedia di sisi kiri, tetapi nantinya akan ada di kedua sisi sesuai desain awal ITDP. Meski terdapat beberapa penyesuaian, pembangunan halte tetap berpegang pada prinsip desain yang telah dirancang, memastikan fungsionalitas dan aksesibilitas bagi pengguna.
Selain meninjau halte Lapangan Merdeka, ITDP juga melakukan survei pada setiap rute TransMebidang yang saat ini beroperasi. Hasil survei menunjukkan masih banyak halte serta fasilitas pendukung BRT lain yang masih memiliki aksesibilitas buruk dan tidak inklusif utamanya bagi kelompok rentan. Contohnya, aksesibilitas halte ini dapat ditemukan pada halte Budi Darma 1 dan Simpang Limun 1 pada Koridor 1. Konektivitas awal dari dan menuju halte (first mile last mile) juga masih menjadi tantangan yang harus segera diatasi agar BRT menjadi benar-benar pilihan utama warga Medan dalam bermobilitas.
Revolusi Mobilitas untuk Transformasi Kota Terus Berlanjut
Solusi awal dalam mengatasi hambatan konektivitas dari dan menuju halte adalah pembangunan dan pengembangan yang ditunjang dengan fasilitas pendukung seperti halte, jalur pedestrian, dan jalur sepeda yang nyaman, aman, dan mudah diakses oleh semua kalangan. Integrasi antarmoda juga perlu diperkuat dengan layanan pengumpan yang efisien, menghubungkan titik awal dan akhir perjalanan. Dari sisi operasional, frekuensi bus yang konsisten, sistem tiket berbasis waktu, serta jalur eksklusif menjadi elemen kunci dalam menciptakan layanan yang andal. Di sisi kebijakan transportasi perkotaan, keberhasilan sistem ini juga ditentukan oleh keberanian pemerintah dalam mengimplementasi kebijakan manajemen kebutuhan lalu lintas. Pembatasan kendaraan pribadi, pengurangan kapasitas parkir, dan insentif bagi pengguna transportasi publik perlu diterapkan agar perpindahan moda berjalan efektif.
Dalam penyelenggaraan layanan, perhatian khusus perlu diberikan pada kelompok rentan, terutama perempuan dan anak-anak,agar sistem BRT benar-benar inklusif, aksesibel, serta menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi semua. Di Indonesia, mayoritas pengguna angkutan umum adalah perempuan, namun kasus kekerasan berbasis gender di ruang transportasi masih kerap terjadi dan belum tertangani secara sistematis. Melalui pendanaan Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO), Bank Dunia bersama ITDP dan United Nations (UN) Women Indonesia tengah melakukan studi di enam kota, termasuk Medan, untuk menyusun rekomendasi yang dapat diadopsi oleh pemerintah dalam mengurangi hambatan berbasis gender, khususnya dalam operasional transportasi publik. Studi ini akan mencerminkan tren kekerasan berbasis gender (KBG) yang terjadi di transportasi publik Indonesia, mengambil pelajaran dari praktik internasional, dan menghasilkan panduan nasional untuk mencegah, merespons, menangani, memantau, dan mengevaluasi isu serta strategi terkait.
Lebih dari sekadar moda transportasi baru, BRT TransMebidang memiliki potensi besar untuk menjadi katalis revolusi mobilitas perkotaan di Medan. Namun, potensi ini hanya dapat terwujud jika seluruh aspek—mulai dari perencanaan yang mengikuti standar internasional, integrasi antarmoda, manajemen lalu lintas yang progresif, hingga penyelenggaraan layanan yang inklusif dan aman bagi kelompok rentan—dilaksanakan secara menyeluruh dan konsisten. Dengan pendekatan holistik dan komitmen jangka panjang dari seluruh pemangku kepentingan, Medan tidak hanya memiliki sistem transportasi publik yang publik yang andal dan berkelanjutan, tetapi juga dapat menjadi panutan bagi kota-kota lain di luar Jakarta dan Pulau Jawa dalam membangun sistem transportasi yang modern, adil, dan berpihak pada semua lapisan masyarakat.
Rekomendasi ITDP Indonesia bertajuk “Konsep Desain dan Rencana Implementasi Bus Rapid Transit di Kota Medan” yang dirilis pada Mei 2018, dengan dukungan dari International Climate Initiative (IKI) melalui program “Reducing Emissions through Integration and Optimization of Public Transport in Indonesia”, merumuskan panduan awal bagi pengembangan sistem BRT di Kota Medan yang mencakup seleksi koridor, desain teknis infrastruktur, hingga skema pembiayaannya.
Studi lanjutan pada November 2023 berjudul “Laporan Peningkatan Aksesibilitas Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Medan” memperdalam fokus tersebut dengan menyoroti aspek aksesibilitas bagi pejalan kaki dan pesepeda di kawasan pusat kota. Didukung oleh Kementerian Perhubungan dan Bank Dunia, studi ini melengkapi rencana pengembangan BRT dengan pendekatan yang lebih inklusif dan terintegrasi, sejalan dengan kebutuhan mobilitas berkelanjutan di Medan.