November 03, 2025
Protected: Mekarnya Mimpi di Balik Setir Bus Transjakarta
Read the article in English version here
Halo, namaku Candika Nooraffalia Alfira, teman-teman biasa memanggilku Dika. Aku adalah salah satu peserta Transjakarta Academy dalam program “Women Empowerment” yang didukung oleh UNEP, Kementerian untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Federal Jerman (BMZ), dan ITDP Indonesia. Selama kurang lebih 23 hari, aku mengikuti pelatihan intensif untuk mengejar cita-citaku menjadi pramudi Transjakarta.
Semenjak lulus dari Manajemen Dakwah UIN Surakarta pada tahun 2022, aku menghabiskan sebagian besar waktuku sebagai perawat (caregiver) bagi pamanku, dan pada tahun 2024 aku fokus menjadi caregiver untuk ibuku yang terdiagnosa kanker. Saat sedang menggulir linimasa di X (Twitter), aku menemukan unggahan di salah satu fanbase bus tentang program TJ Academy “Women Empowerment”* yang membuka kesempatan bagi perempuan untuk mengikuti pelatihan untuk menjadi pramudi. Aku membaca informasi itu berulang kali dan merasa ada panggilan yang kuat. Setelah menetapkan hati, aku langsung minta izin dan restu dari ibu, ayah dan kakakku. Aku pun mendaftar, nyaris, di hari-hari terakhir sebelum pendaftaran tutup. Motivasi utamaku sederhana: ingin membuktikan bahwa perempuan juga bisa bekerja di lapangan, bukan hanya di balik meja. Bahwa kami juga bisa memegang kemudi, mengantarkan pelanggan ke tujuan dan menjadi bagian penting dari transportasi publik di kota ini.
Singkat cerita, aku dipanggil untuk mengikuti tes psikologi dan sesi interview. Setelah melalui serangkaian proses dan beberapa minggu menunggu, kabar baik datang—aku dinyatakan lolos dan diterima di Transjakarta Academy. Pada sore hari itu, aku bahagia dan merasa sangat excited. Sebab, aku mendapat satu kesempatan emas, yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Belajar Jadi Pramudi
Pelatihan ini dimulai dengan materi tentang PT Transportasi Jakarta beserta standar pelayanan, dan nilai-nilai dasar seorang pramudi. Pada 10 hari pelatihan, fokus utama disini adalah materi-materi yang berisi teori tentang personal branding, keselamatan, serta teknik-teknik dalam berkendara yang lebih detail. Bagiku, seluruh materi pembelajaran di kelas ini sangat rumit dan menantang, akan tetapi, aku sangat menyukai dan menikmati proses pembelajaran tersebut.
Salah satu hal paling menarik adalah saat kami belajar tentang bus listrik di depo Mayasari Bakti. Aku baru tahu kalau bus listrik memiliki banyak keunggulan—selain ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan emisi, juga lebih efisien dalam biaya operasional dan lebih nyaman bagi pelanggan terutama pelanggan prioritas.
Bagi aku, pada saat itulah aku memahami satu hal, menjadi pramudi bukan hanya mengemudi, juga berperan langsung menciptakan lingkungan yang bersih dan inklusif bagi sebuah kota.
Setelah menyelesaikan 10 hari tentang teori, aku mulai masuk pada sesi praktik bekendara bus. Di sini tantangan sebenarnya dimulai. Pertama kali mengemudikan bus rasanya seperti mengendalikan raksasa di jalan. Ukurannya jauh lebih besar dari mobil biasa yang pernah kukendarai. Aku belajar mengatur transmisi agar halus, menguasai teknik mundur presisi, dan yang paling menantang—pengereman terencana.
Aku masih ingat saat pertama kali mengerem terlalu keras hingga semua orang di dalam bus sedikit terguncang. Rasanya malu, tapi aku belajar dari situ. Aku mencoba teknik baru yang diarahkan oleh instrukturku, Pak Supriyanto, tekniknya adalah memindahkan transmisi ke netral lebih awal sambil menginjak rem secara perlahan, lalu menggunakan sisa tenaga bus itu dan menginjak pedal rem secara perlahan. Hasilnya, bus berhenti lebih lembut dan tidak membuat guncangan. Aku merasa saat itu aku mulai berkembang secara perlahan.
Bagian lain yang menantang adalah berhenti di halte dengan jarak hanya 10 cm dari dermaga. Kelihatannya sepele, tapi untuk bus sepanjang itu, butuh perhitungan dan insting tajam. Aku menggunakan tanda marka jalan dan spion kecil di sisi kanan untuk memastikan posisi bus tepat di depan pintu halte. Ketika akhirnya aku bisa melakukan pemberhentian dengan sempurna, rasanya luar biasa—seperti menguasai sesuatu yang dulu terasa mustahil.
Dari Arena ke Jalan
Pada hari keenam, seluruh siswi mengikuti tes praktik di arena uji kompetensi. Aku diuji oleh dua instruktur, Bapak Hisar dan Bapak Sumandi. Setelah ujian, kami dibagi dalam beberapa unit: single bus, kendaraan dinas, dan Transcare. Aku ditempatkan di unit Transcare— yaitu unit layanan khusus bagi pelanggan prioritas.
Unit ini bagiku sama saja, tanggung jawabnya besar. Aku belajar mengendarai mobil dengan lebih berhati-hati. Saat itu, aku memahami bahwa menjadi seorang pramudi tidak hanya tentang mengemudikan kendaraan, tetapi juga tentang empati dan pelayanan yang manusiawi. Seorang pramudi bukan sekadar pengemudi biasa, karena kami adalah bagian dari perjalanan setiap pelanggan.
Tantangan di Rumah
Selama pelatihan, ritme hidupku berubah total. Biasanya aku membantu kakak mengurus rumah, tapi selama akademi, sebagian besar tanggung jawab diambil alih oleh keluarga. Saat mengikuti sesi materi “bintalsik”, aku harus bangun pukul 03.00 dan berangkat dari rumah pukul 03.45 agar dapat menaiki kereta sebelum pukul 04.30 dan tiba di akademi sekitar pukul 06.00. Setelah sesi tersebut berakhir, rutinitas hariannya kembali seperti biasa: bangun pukul 04.00, berangkat pukul 04.45, dan menaiki KRL antara pukul 05.00–05.50 agar sampai di akademi sebelum pukul 08.00. Waktu pulangnya bersifat fleksibel, tergantung moda transportasi yang digunakan—naik KRL memungkinkan perjalanan lebih cepat, sementara naik bus P11 sering kali membuatnya pulang lebih larut karena kondisi lalu lintas.
Kadang aku merasa bersalah karena tidak bisa membantu seperti biasanya. Tapi keluargaku sangat mendukung aku dalam program ini. Pekerjaan rumah dibagi secara rata dan beberapa pekerjaan diambil alih oleh kakak dan ayah, termasuk urusan rumah sakit untuk ibuku. Aku belajar dan memahami, bahwa aku berjuang tidak sendirian, karena dukungan terbaik berasal dari keluargaku yang percaya bahwa seorang perempuan berani dan berhak memiliki mimpi yang luas.
Meski lelah, aku masih berusaha membantu hal kecil—memasak sarapan sederhana, menyetrika baju, atau membeli bahan makanan sepulang latihan. Kadang kalau hujan deras, aku memilih naik Transjakarta koridor P11 daripada kereta agar lebih aman. Sekecil apa pun usahaku, aku ingin tetap berkontribusi di rumah, karena keluarga adalah sumber semangatku.
Lebih dari Sekadar Mengemudi
Setelah 23 hari pelatihan di Transjakarta Academy, aku menyadari bahwa menjadi pramudi adalah pekerjaan yang hebat—bukan hanya soal mengemudi, tetapi juga tentang pelayanan publik, keselamatan, citra diri, dan membangun kepercayaan penumpang terhadap transportasi umum.
Pelatihan ini mengubahku. Sekarang aku lebih disiplin, lebih sadar akan keselamatan, dan lebih menghargai profesi ini. Dulu aku nyetir mobil sesuka hati, sekarang aku tahu pentingnya perhitungan jarak, ritme rem, dan kesabaran di jalan.
Harapanku sederhana: semoga program seperti Transjakarta Academy – Women Empowerment terus berlanjut dan membuka lebih banyak kesempatan bagi perempuan. Aku ingin orang melihat bahwa pramudi bukan sekadar driver. Kami adalah pelayan publik, wajah dari transportasi kota, dan bagian dari perubahan menuju mobilitas yang lebih adil dan inklusif.
Untuk teman-teman perempuan yang mungkin sedang membaca ceritaku: jangan ragu untuk mencoba hal baru. Tantangan pasti ada, tapi dengan bimbingan para instruktur di Transjakarta Academy yang sabar dan penuh semangat, kalian akan menemukan bahwa belajar di sini bukan hanya soal teknik, tapi juga tentang percaya pada diri sendiri.
Karena di balik kemudi bus, aku tidak hanya mengantarkan penumpang ke tujuannya—aku juga sedang mengantarkan mimpiku sendiri menuju kenyataan.
* Partisipasi perempuan di ekosistem kendaraan listrik sangat minim, terlihat dari hanya 1% staf perempuan di Transjakarta pada 2021 (ITDP-UNEP, 2024), padahal Transjakarta mempunyai target pengoperasian 10.047 bus listrik pada 2030. ITDP mendorong peningkatan partisipasi perempuan dalam ekosistem kendaraan listrik melalui Transjakarta Academy (TJA) — lembaga pelatihan pramudi yang dikembangkan bersama Transjakarta.
Angkatan kedua TJA secara khusus dirancang untuk perempuan guna menguji rancangan kelas, metode pengajaran, serta kebutuhan kebijakan yang mendukung lingkungan kerja inklusif. Kurikulum TJA di angkatan kedua merupakan hasil evaluasi angkatan pertama yang mendorong penguatan materi pengarusutamaan gender dan pencegahan kekerasan berbasis gender dengan dukungan UN Women Indonesia dan Kalyanamitra.
Ke depan, TJA diharapkan menjadi pusat pelatihan pramudi sistem BRT nasional dan membuka peluang lebih besar bagi perempuan untuk berkarier di sektor transportasi berkelanjutan.
Baca laporan TJ Academy Angkatan Kedua di sini.
