Post

The TransJakarta bus network marked its ninth anniversary on Tuesday amid criticism about a declining level of service and falling passenger numbers. (JG Photo/Afriadi Hikmal)    

In the nine years that it has been in operation, the TransJakarta bus network has been largely ineffective in getting commuters out of their cars and into buses, observers say.

Putri Dina El-amir, a spokeswoman for the Institute for Transportation and Development Policy, said at a discussion on Tuesday that when the program was first rolled out on Jan. 15, 2004, it was expected to serve as the main mover of commuters throughout the city.

She pointed out that the network’s corridor of 12 routes now registered at the most 390,000 passenger trips a day, out of the 26 million passenger trips made daily in Jakarta, according to data from the Transportation Ministry.

Putri also noted that the number of total passenger trips a year on the network actually fell from 114.8 million in 2011 to 111.3 million last year.

ITDP says the adoption of the bus network by motorcycle and car commuters has remained low. Only 24.9 percent of current TransJakarta commuters previously traveled by motorcycle, while just 10.3 percent used to go by car.

Darmaningtyas, the executive director of the Transportation Study Institute, said the fundamental problem behind the low number of people riding the TransJakarta buses was the poor quality of service.

Even after nine years in operation, he said, the network continued to be plagued by a litany of problems, including other vehicles straying into bus lanes and a shortage of buses.

Darmaningtyas said data from his institute indicated that the quality of the service was only getting worse.

Post

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebelum 15 Januari 2004, praktis masyarakat Jakarta hanya dilayani angkutan umum dalam kota yang kurang nyaman. Angkutan-angkutan umum itu pada umumnya tidak berpendingin ruangan. Sopir angkutan juga seenaknya menaikkan dan menurunkan penumpang di tempat yang tak semestinya. Unsur keselamatan penumpang menjadi taruhan karena sopir mengendarai secara ugal-ugalan demi mengejar setoran.

Pada saat jam-jam sibuk, para penumpang harus berdesak-desakan di dalam bus. Kondisi ini kerap dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan aksi kesehatan, seperti mencopet dan pelecehan seksual.

Kondisi angkutan umum dalam kota yang kurang nyaman itu pun tidak bisa sepenuhnya bisa kita persalahkan pada perusahaan penyedia angkutan. Tidak adanya penyediaan subsidi dari pemerintah menyebabkan risiko pembiayaan 100 persen ditanggung pengusaha. Di sisi lain, tarif dasar angkutan masih ditentukan oleh pemerintah untuk melindungi dan menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Namun, pemerintah tidak mau menjamin kelangsungan hidup para pengusaha angkutan yang pada akhirnya membuat mereka mau tidak mau menurunkan kualitas pelayanan untuk menekan kerugian.

Penurunan kualitas pelayanan itu pun berdampak langsung pada masyarakat. Tidak adanya ketersediaan angkutan umum yang nyaman, aman, cepat, dan terjangkau menyebabkan masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas lebih memilih untuk memiliki kendaraan pribadi. Semakin bertambahnya jumlah kendaraan pribadi menyebabkan pertumbuhan kendaraan tidak diimbangi dengan rasio pertambahan jalan. Akibatnya, dari hari ke hari jalanan Jakarta menjadi sangat macet. Kemacetan sudah menjadi hal yang lumrah karena terjadi tidak lagi hanya pada jam-jam sibuk dan hanya di ruas jalan-jalan tertentu, tetapi terjadi hampir di sepanjang waktu dan di hampir seluruh jalanan Ibu Kota.

Kemunculan transjakarta pada 15 Januari 2004 menandai datangnya era baru tentang adanya suatu sistem transportasi massal modern berupa bus atau lazim disebut bus rapid transit (BRT). Sistem transportasi yang lahir pada masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso ini merupakan yang pertama kali di Indonesia.

Meskipun sempat menuai kritik di awal pelaksanaannya, sistem ini diyakini dapat diandalkan untuk memenuhi segala impian masyarakat Jakarta yang menginginkan adanya layanan transportasi massal yang nyaman, aman, cepat dan terjangkau. Kehadiran transjakarta memberi penyegaran pada angkutan umum di Ibu Kota. Bus-bus transjakarta dilengkapi sistem pendingin udara dan hanya berhenti di halte atau shelter khusus untuk menaik-turunkan penumpang. Harga tiket transjakarta hingga sekarang juga terjangkau, dimulai dari Rp 2.500 dan kini Rp 3.500. Dan, yang paling penting, bus transjakarta memiliki jalur khusus yang tidak boleh dilalui kendaraan lain dan hanya dapat dilintasi bus transjakarta. Jalur khusus ini lazim disebut busway.

Post

Awalnya, Bus Transjakarta telah menjadi harapan angkutan andalan Kota Jakarta

Hari ini, Selasa (15/1), Bus Transjakarta atau lebih dikenal dengan busway genap berumur sembilan tahun. Sayangnya, sembilan tahun melayani kebutuhan transportasi massal ibu kota, namun bus Transjakarta belum menjadi transportasi massal andalan bagi warganya.

Humas Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Putri Dina El-amir menyatakan awalnya, Bus Transjakarta telah menjadi angkutan andalan Kota Jakarta. Pada awal beroperasinya di tahun 2004, besar harapan Pemprov DKI Jakarta sistem TransJakarta BRT dapat memberikan layanan yang nyaman, aman dan cepat bagi seluruh lapisan masyarakat kota Jakarta.

Akan tetapi, setelah 9 tahun beroperasi, harapan tersebut belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Hal tersebut terlihat dari 11 koridor dengan 26 rute yang telah beroperasi baru dapat melayani paling banyak 390.000 orang per hari.

Selain itu, dari seluruh pengguna TransJakarta, baru 24,9 persen yang berpindah dari sepeda motor dan 10,3 persen yang berpindah dari mobil. Bahkan jumlah penumpang TransJakarta berkurang hingga 3 persen dari sebanyak 114.783.842 orang pada 2011 menjadi 111.251.868 orang pada 2012.

 

Post

Pada 15 Januari 2013, Transjakarta BRT genap berusia 9 tahun dan hingga hari ini dengan segala tantangan yang muncul Transjakarta tetap menjadi  angkutan andalan Kota Jakarta. Pada awalnya operasinya di 2004, besar harapan Pemerintah DKI Jakarta bahwa sistem TransJakarta BRT dapat memberikan layanan yang nyaman, aman dan cepat bagi seluruh lapisan masyarakat kota Jakarta. Akan tetapi, setelah 9 tahun beroperasi, harapan tersebut belum sepenuhnya dapat terpenuhi, hal tersebut terlihat dari 11 koridor dengan 26 rute yang telah beroperasi baru dapat melayani paling banyak 390.000 orang per hari. Selain itu, dari seluruh pengguna TransJakarta, baru 24,9% yang berpindah dari sepeda motor dan 10,3% yang berpindah dari mobil. Hal ini menunjukkan bahwa layanan TransJakarta BRT belum optimal, bahkan jumlah penumpang TransJakarta berkurang hingga 3% dari sebanyak 114.783.842 orang pada 2011 menjadi 111.251.868 orang pada 2012.

Permasalahan kualitas pelayanan yang semakin turun, merupakan konsekuensi dari akumulasi masalah mulai dari tidak sterilnya jalur, baru 6 stasiun pengisian BBG yang melayani seluruh armada bus TransJakarta dan sejumlah masalah teknis seperti kurangnya armada, belum adanya control room untuk pengelolaan operasional bus TransJakarta dan dimensi halte yang terbatas menyebabkan penumpang tidak terakomodasi secara optimal pada jam-jam padat. Hal ini membutuhkan kerjasama antara pemangku kepentingan yang terlibat, seperti Polantas untuk membantu penegakan hukum bagi pelanggar yang masuk ke dalam jalur TransJakarta, penambahan stasiun pengisian BBG oleh PT. Pertamina/ PT. PGN, perawatan bus yang sesuai oleh operator-operator bus TransJakarta, penyediaan akses trotoar yang memadai oleh dinas pertamanan dan pemakaman, jalur khusus TransJakarta yang terawat dan tidak berlubang oleh dinas Pekerjaan Umum serta perawatan dan pengembangan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dan Halte oleh Dinas Perhubungan.

 

Post

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Ery Basworo dan Wali Kota Jakarta Selatan Anas Effendy uji coba meninjau Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M, Jakarta, Kamis (10/1/2013).

JAKARTA, KOMPAS.com — Country Director Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto menyayangkan disetujuinya proyek enam ruas tol dalam kota oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Yoga menilai bahwa enam ruas tol ini tidak akan menyelesaikan kemacetan.

"Namun di sisi lain memang posisi Pak Jokowi dilematis, karena beliau tidak dalam posisi mendesain ulang rancangan dari gubernur sebelumnya," kata Yoga saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/1/2013) petang.

Secara khusus ia juga menyayangkan keputusan yang dinilai bertentangan dengan janji awal Jokowi saat kampanye pilgub. Pada masa kampanye, Jokowi memang menyatakan menolak pembangunan tol dalam kota. "Pak Jokowi sebenarnya punya kesempatan untuk memperbaiki sarana angkutan umum, seperti perbaikan metro mini, juga diskusi mengenai MRT dan monorel. Effort Pak Jokowi ini sebenarnya sudah bagus dan tidak bertentangan," ujar Yoga.

Ia pun mengingatkan bahwa pembenahan transportasi umum harus dilakukan secara total serta membutuhkan fokus dari Jokowi. Dengan disetujuinya proyek enam ruas jalan tol ini, otomatis fokus perhatian Jokowi akan semakin terbagi.

"Program perbaikan transportasi kan banyak yang bentuknya, megaproyek seperti perbaikan Transjakarta atau proyek MRT. Dan ini semua harus dikawal terus. Kalau proyek enam ruas jalan tol ini dilepas, Pak Jokowi bisa lebih fokus ke perbaikan transportasi umum dan success rate-nya bisa lebih besar," kata Yoga.

Alasan lain yang dikemukakan Yoga adalah enam ruas jalan tol akan menghilangkan konsep kota yang ramah untuk pejalan kaki. "Sekarang saja untuk menyeberang, pejalan kaki sudah memenuhi kesulitan. Kalau nanti Jakarta isinya jalanan semua, bagaimana dengan pejalan kaki?" kata Yoga.

Selain itu, Yoga beranggapan bahwa gagasan membangun jalan tol untuk mengurangi kemacetan sebenarnya ide yang sudah usang. "Kalau kita lihat di kota-kota besar seperti London atau Paris, mereka fokus ke perbaikan sarana transportasi umum, dibanding membangun jalan tol untuk mengatasi masalah kemacetan," ujarnya.

Karena itulah, Yoga berpendapat bahwa Jokowi tetap harus memprioritaskan perbaikan sarana transportasi massal. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan sarana yang sudah ada seperti Transjakarta dan KRL, karena prosesnya bisa dikendalikan langsung.

Post

 

Rio de Janeiro is the most visited city in the southern hemisphere, and the sixth largest city in the Americas with 6.3 million people. This year, Rio took significant steps toward improving their transit and reducing traffic as part of a comprehensive mobility plan ahead of the FIFA World Cup in 2014 and the Olympic games in 2016. In 2012 Rio opened its first world-class bus rapid transit corridor, Transoeste, expanded a bike share program that was implemented in 2011, and undertook a major public space improvement project with the expansion and renovation of Madureira park.

Transoeste
 

In June of 2012, Rio launched the first leg of a 150 km network of BRT corridors. Transoeste, Rio’s first world-class BRT corridor, is the first of four lines that will be integrated into the city’s transit network by 2016. So far, Transoeste has significantly reduced GHG emissions, cut travel time in half, and significantly improved the quality of life for people living in Rio’s West Zone. Transoeste is estimated to carry 120,000 passengers per day, and ridership is expected to grow, as the corridor has capacity for carrying up to 220,000 people per day

 

Post

JAKARTA—Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjadwalkan  uji coba integrasi Kopaja dengan TransJakarta Selasa (15/1/2013). Sebanyak 40 unit Kopaja sudah siap beroperasi. Melibatkan 20 unit jalur P20 jurusan Lebak Bulus – Pasar Senen PP dan 20 unit jalur S13 jurusan Ragunan – Grogol PP.

Kepala Dishub DKI, Udar Pristono menjelaskan yang boleh integrasi dengan TransJakarta bukan semua Kopaja. Hanya Kopaja yang sudah direvitalisasi sesuai desain bus TransJakarta saja. Antara lain sudah pakai AC, speknya tinggi, dan ada pintu seperti TransJakarta menurunkan penumpang di halte.
 
“Bukan semua Kopaja bisa integrasi, itu orang ngawur namanya. Yang boleh itu hanya Kopaja yang sudah direvitalisasi. Nanti tanggal 15 sudah jalan ada 40 armada yang disiapkan tapi Maret nanti akan ditambah menjadi 60 armada,” kata Udar di Balai Kota DKI Jakarta hari ini, Senin (7/1/2013).

Post

Liputan6.com, Jakarta : Bus transjakarta pada Januari 2013 akan menerapkan smartcard, yakni sistem pembayaran e-ticketing di 11 koridor. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi berkembangnya moda transportasi massal dengan pembayaran yang canggih. "Gubernur minta sama saya agar tahun 2013 semua transjakarta sudah menggunakan smartcard, sehingga kalau ada kebocoran bisa kita atasi," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta…

Post

Rencana pembangunan 6 ruas jalan tol banyak menuai kritik dan protes dari berbagai kalangan khususnya pengamat transportasi di Jakarta. Proyek ini dianggap tidak konsisten dengan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menetapkan untuk mengembangkan transportasi massal di Jakarta. Proyek jalan tol yang diprakarsai oleh Jakarta Tollroad Development (JTD) ini diperkirakan akan menghabiskan Rp42 triliun ini…

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP