Nurmansjah Lubis, Sekretaris Komisi B, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengungkapkan dewan sudah menetapkan pungutan kemacetan sebagai retribusi. “Maka kendalanya kini adalah pengaturan keuangannya,” kata Trisbiantara,Pengamat Transportasi dari Universitas Trisakti, Trisbiantara, melalui sambungan telepon, Senin (18/5).

Menurut Trisbiantara, masukan dari Sistem Pungutan Kemacetan harus pada rekening tersendiri. “Bukan dicampur dengan pemasukan untuk kas daerah yang lain,” jelasnya.
“Agar seratus persen pungutan digunakan kembali untuk perbaikan angkutan umum,” ujar Trisbiantara. Selain angkutan umum, kata dia, pendapatan dari sistem pungutan kemacetan bisa digunakan juga untuk pembuatan trotoar atau marka jalan.

Sistem pungutan kemacetan menggunakan teknologi Elektronik Road Pricing (ERP). Sistem ini berupa pembebanan biaya kepada pemilik kendaraan karena akan melewati suatu jalur tertentu sebab kendaraannya berpotensi menyebabkan kemacetan.

Saat ini, pemprov DKI masih terus mengkaji untuk mematangkan sistem tersebut. Salah satunya dengan simulasi pengaruh jalan lokal terhadap jalan yang akan ditetapkan untuk diterapkan sistem pungutan kemacetan. Sebelumnya, Deputi Industri, Perdagangan dan Transportasi DKI Jakarta, Soetanto Soehodo, mengungkapkan salah satu kendala penerapan sistem ini adalah belum diputuskannya, hasil pungutan tersebut termasuk pajak atau retribusi.

Mengenai kekhawatiran penolakan masyarakat terhadap sistem ini, Nurmansjah mengatakan, “Jika keuangannya transparan dan perencanaannya matang, pasti diterima.”
Namun, Nurmansjah meragukan sistem itu mampu memindahkan pengguna kendaraan pribadi memilih alternatif moda angkutan umum. “Masyarakat Jakarta cenderung konsumtif, mereka akan lebih baik membayar untuk sistem ini,” tambah Aliman Aat, Ketua Komisi B.

Selengkapnya silahkan klik:
Jakarta Akan Terapkan Retribusi Kemacetan [in Indonesian]