Share this
Percontohan Kampung Iklim Tingkat Nasional dan Cita-Cita Menjadi Kampung Wisata
RW 01 Sunter Jaya sendiri terbagi dalam 2 wilayah, yaitu Utara dan Selatan. Bagian Utara RW 01 Sunter Jaya bersisian persis dengan Danau Sunter. Menurut salah seorang warga, Danau Sunter sendiri mulai dibangun di tahun 1974 untuk menjadi resapan air wilayah Tanjung Priok, Kemayoran dan Kelapa Gading. Danau seluas 33 hektar ini ditetapkan Pemerintah Kota Jakarta Pusat menjadi salah satu dari “Program 12 Jalur Destinasi Wisata Pesisir”.
Percontohan Program Kampung Iklim
Wilayah Danau Sunter yang terkenal angker, kotor dan jauh dari kata aman dan nyaman, ternyata mempunyai surga tersembunyi. Sejak 2008, warga RW 01 Sunter Jaya, di bawah kepemimpinan Sukarno (akrab dipanggil pak Karno) sebagai ketua RW, mulai bahu membahu melakukan gerakan penghijauan, demi hunian yang nyaman untuk ditinggali. Warga mulai mengolah sampah organik untuk menghasilkan pupuk gratis.
Salah satu warga, R.B. Sutarno atau yang akrab dipangggil pak Tarno bahkan berhasil menciptakan alat untuk membuat kompos tanpa menimbulkan bau. Sampah kemudian mendatangkan berkah bagi warga RW 01 Sunter Jaya. Selain dapat menjual alat pembuat pupuk (komposer), penjualan pupuk cair dan padat pun banyak memberikan keuntungan bagi warga. Di dalam permukiman sendiri, dengan gampangnya Anda akan menemui beragam tanaman baik sebagai bahan makanan maupun obat yang ditanam dengan cara urban farming di setiap rumah warga. Hasilnya, di 2016, RW 01 Sunter Jaya ditetapkan sebagai salah satu Kampung Iklim dan menjadi wilayah percontohan Kampung Iklim tingkat Nasional.
Kampung Wisata Sunter Jaya
Lokasinya yang berbatasan langsung dengan Danau Sunter, sebenarnya menyimpan potensi wisata yang tinggi. Bahkan warga pun mulai menyadarinya, dengan berbenah menjaga kebersihan kampung dan menghias kampung agar lebih menarik.
Melihat potensi ini, tak heran bila pak Karno punya cita-cita menjadikan kawasan yang dipimpinnya sebagai kawasan wisata. “Biar warga termotivasi untuk jadi lebih kreatif. Dan supaya warga Jakarta juga punya tempat tujuan wisata, tidak perlu jauh-jauh ke luar kota,” papar pak Karno.
Banyak spot-spot menarik yang bisa dinikmati di kampung RW01 Sunter Jaya ini. Mulai dari taman bermain anak dengan pemandangan Danau Sunter, dinding-dinding rumah warga yang dihiasi mural dan tanaman hidroponik yang menggunakan sampah daur ulang sebagai wadah hingga rumah pak Tarno yang unik. Selain bercocok tanam, warga juga banyak yang melakukan budidaya lele. Warga Jakarta bisa berkunjung dan mencicipi steak lele buatan ibu-ibu warga kampung sambil ditemani bir pletok dingin dan menikmati interaksi antar warga yang semakin langka ditemui di tengah kehidupan kota metropolitan yang dinamis.
Masalah Akses
Sukses dengan program penghijauan yang membuat lingkungan RW 01 Sunter Jaya menjadi asri, kendala baru dihadapi oleh warga. Akses menuju tempat kerja dan beraktivitas warga yang terbatas menyebabkan banyak warga yang menggunakan kendaraan pribadi terutama motor. Walhasil, di jalan-jalan permukiman yang mayoritas lebarnya kurang dari 5 meter itu disesaki kendaraan bermotor, baik untuk lewat maupun parkir.
Hal ini berdampak pada terbatasnya ruang jalan di lingkungan ini. Padahal, jalan-jalan ini juga digunakan warga sebagai tempat berkumpul dan bermain anak. “Motor makin banyak yang lewat dan parkir di gang, padahal gangnya juga udah sempit. Jadi susah jalan kaki, anak-anak juga ga bisa bebas main di jalan. Saya suka was-was, takut keserempet,” curhat bu Asni, warga RW 01 Sunter Jaya.
“Sudah 6 bulan saya pakai tongkat. Sehari-hari saya hanya pergi ke masjid. Paling jauh jalan ya 100-200 meter. Kalau lebih jauh juga bisa, tapi butuh ada kursi untuk istirahat. Jalan yang tidak rata kadang saya susah,” cerita pak Suryono, 70 tahun. Padahal, pak Suryono masih ingin berjalan di sekitar wilayah kampung mengunjungi tetangga dan warga seumurannya untuk sekedar berbagi cerita, agar tak sepi.
Lain lagi cerita Ami, 12 tahun, yang berharap bisa bermain sepeda tanpa takut tertabrak motor. Padahal sehari-hari, Ami menggunakan sepeda untuk pergi sekolah atau pergi ke rumah teman yang masih di satu kawasan. “Motornya suka kencang, dan saya suka diklakson kalau lagi jalan,” kata Ami. Padahal, tanpa motor yang wara-wiri pun, Ami sudah kehilangan lahan bermain bersama teman-temannya. Ruang yang terbatas, membuat Ami harus menyeberang ke RT lain untuk bermain di tanah yang lebih lapang.