January 22, 2024
Perencanaan Terpadu, Kunci Fasilitas Pejalan Kaki dan Pesepeda Berkualitas Tinggi
Oleh Mega Primatama, Urban Planning Associate II ITDP Indonesia
Pada tanggal 20 September 2019, kita menyaksikan peresmian jaringan jalur dan lajur sepeda yang baru di Jakarta. Perbedaan infrastruktur ini dengan infrastruktur jalur dan lajur sepeda sebelumnya adalah jaringan jalur sepeda ini melalui proses partisipasi publik yang menghasilkan 63 km jalur sepeda yang kohesif dan berkesinambungan yang membentang dari bagian Pusat hingga ke bagian Barat, Timur, dan Selatan Jakarta. Pengembangan 63 km jalur sepeda ini mengarah pada pembuatan peta jalan dengan target total 500 km jalur sepeda di Jakarta yang direncanakan akan terbangun pada tahun 2030.1
Dua bulan kemudian, beberapa bagian dari jalur dan lajur sepeda yang baru dibangun ini tiba-tiba ditimpa pelebaran trotoar di Jalan Cikini Raya dan Jalan Diponegoro, meskipun ada peraturan yang menyatakan bahwa marka jalan tidak boleh dihilangkan setidaknya selama dua tahun sejak dibuat. Terlepas klaim dari pemerintah bahwa lajur sepeda akan dikembalikan2, pembangunan trotoar baru ini menimbulkan masalah yang signifikan: kurangnya koordinasi antara para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab atas ruang jalan di Jakarta.
Mengapa Perencanaan Terpadu Penting?
Semakin tingginya jumlah perjalanan akibat tingginya ketersediaan pekerjaan di daerah pusat perkotaan, jalan perkotaan seharusnya dapat didistribusikan secara adil untuk penggunanya, dengan mengubah jalan-jalan tersebut menjadi jalan multi-moda yang memprioritaskan pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi publik3. Hal ini sesuai dengan fungsi jalan untuk menggerakkan lebih banyak orang, mendukung konteks perkotaan, dan memastikan ketersediaan ruang publik yang berkualitas tinggi. ITDP Indonesia juga menyadari pentingnya ketersediaan infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda untuk menempuh kilometer pertama dan terakhir dalam menjangkau layanan transportasi publik4. Oleh karena itu, isu first and last mile ini harus diatasi dengan baik guna memastikan penggunaan dan cakupan layanan transportasi publik yang optimal.
Pentingnya peran jalan perkotaan dalam mendukung mobilitas kota membutuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan. Dalam beberapa praktik di kota-kota di seluruh dunia, sebagian besar perencanaan infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda biasanya dikoordinasikan di bawah satu dewan atau lembaga transportasi. Namun, dalam kasus di Indonesia secara keseluruhan, tugas tersebut terbagi dalam beberapa lembaga. ITDP Indonesia mengidentifikasi bahwa pembangunan infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda dengan contoh kasus di Jakarta, dibagi kepada dua dinas teknis utama, yakni Dinas Perhubungan dan Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta5. Dinas Bina Marga memiliki tugas mengerjakan konstruksi jalan dan trotoar, termasuk jalur sepeda di trotoar dan perabot trotoar seperti bangku, penerangan, dan penunjuk jalan. Sedangkan, Dinas Perhubungan bertanggung jawab atas rekayasa lalu lintas dan pemarkaan jalan, termasuk marka penyeberangan pejalan kaki, dan jalur atau lajur sepeda di badan jalan. Selain itu, terdapat dinas-dinas lain yang mempunyai kewenangan atas kelengkapan fasilitas pejalan kaki, seperti Dinas Pertamanan dan Kehutanan yang bertanggung jawab atas penghijauan yang berada di fasilitas trotoar. Perbandingan Indonesia dengan kota-kota lain di dunia, atas pembagian tugas dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Kota | Badan Penanggung Jawab Utama |
---|---|
London | Transport for London (TfL) |
Paris | Direction de la voirie et des déplacements (DVE) |
Singapore | Land Transport Authority (LTA) |
Bogota | Secretaría Distrital de Movilidad |
New York City | Department of Transportation |
Jakarta | Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta (fasilitas berjalan kaki dan bersepeda di trotoar) dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta (fasilitas bersepeda dan beberapa fasilitas berjalan kaki seperti penyeberangan pejalan kaki)
Instansi tambahan: Dinas Pertamanan dan Kehutanan (tentang penghijauan di fasilitas trotoar) |
Pada tahun 2022, Jakarta telah membangun 214,64 km trotoar dan 301,71 km jalur sepeda. Untuk menghindari terputus dan tumpang tindih jaringan jalur pejalan kaki dan pesepeda yang mengakibatkan pemborosan sumber daya seperti di Jalan Cikini Raya dan Jalan Diponegoro, pemerintah harus mulai membuat satu rencana terintegrasi untuk mengembangkan jaringan pejalan kaki dan pesepeda di seluruh Jakarta, yang perlu dipimpin oleh salah satu dinas untuk mengkoordinasikan keseluruhan rencana mobilitas pejalan kaki dan pesepeda di seluruh Jakarta. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan lain terkait penyelarasan rencana pejalan kaki dan pesepeda dengan semua rencana yang sudah ada, sebagai pendekatan yang lebih terintegrasi.
Mengenali Masalah dan Memulai Perencanaan
Prioritas lokasi jalan yang harus diperbaiki serta penentuan tahun pelaksanaan perbaikan harus didasari pada rencana strategis kota yang terintegrasi berdasarkan beberapa kriteria seperti, rencana tata ruang, ketersediaan transportasi publik, hierarki jalan, dan fasilitas umum. Selain metode teknis, pendekatan untuk membuat perencanaan terintegrasi juga perlu menyadari bahwa ada banyak pemangku kepentingan yang terlibat dalam ruang jalan kota, sehingga pemerintah harus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam melakukan perencanaan menentukan lokasi dan waktu pembangunan.
Selain menentukan lokasi dan waktu pembangunan, pemerintah juga harus mempertimbangkan pembagian ruang jalan kota yang memprioritaskan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, dengan mempertimbangkan aspek inklusivitas. Untuk membuat kriteria dan indikator daftar prioritas ruas jalan yang akan diperbaiki, data kota yang tersedia dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa tingkat kepentingan jalan tertentu. Data yang dapat digunakan untuk tujuan ini meliputi prioritas kebijakan daerah, kondisi trotoar, ketersediaan transportasi publik massal dan perkiraan permintaan layanan, rencana jaringan jalur sepeda, klasifikasi jalan, fasilitas publik yang tersedia, dan frekuensi laporan ketidakpuasan masyarakat. Setelah membuat serangkaian indikator, sistem penilaian dapat ditambahkan untuk menentukan peringkat jalan yang diprioritaskan.
Setelah daftar selesai dibuat, tugas selanjutnya adalah mensinkronkan jalan-jalan priotitas dengan seluruh perencanaan infrastruktur di kota, seperti pengembangan transportasi publik berbasis rel, atau bahkan menyesuaikannya dengan proyek-proyek peningkatan jalan yang sudah ada. Langkah pengintegrasian rencana ini juga harus sesuai dengan ketersediaan anggaran untuk membentuk jaringan yang berkesinambungan, serta target tahunan pembangunan trotoar dan jalur sepeda di kota tersebut.
Bersama dengan rekomendasi tersebut, terdapat 28 tipologi desain tipikal jalan. Tipologi-tipologi tersebut telah mempertimbangkan lebar jalan yang ada, tata guna lahan, rencana jaringan pesepeda, dan layanan transportasi publik yang ada di masing-masing ruas jalan. Gambar di atas merupakan contoh salah satu tipologi yang direkomendasikan untuk jalan dengan lebar 15 meter dan 30 meter dengan sebagian besar penggunaan lahan komersial.
Apa yang Diharapkan?
Proses perencanaan jalan perkotaan haruslah komprehensif. Pada langkah pertama, para pemangku kepentingan terkait harus menyadari peran masing-masing instansi dalam menciptakan sistem mobilitas perkotaan yang efisien dan mengutamakan pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi publik. Lalu, mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing lembagaterhadap tujuan dalam rencana ruang jalan kota dan mengurutkan prioritas. Disertai tahapan pembangunan untuk melihat dinas mana yang dapat melakukan tahap pertama atau dinas yang dapat berkolaborasi dalam tahapan proyek tertentu.
Laporan “Peta Jalan Pengembangan Infrastruktur Pejalan Kaki dan Pesepeda DKI Jakarta 2023-2027” bertujuan untuk menyatukan perencanaan infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda di Jakarta yang menggarisbawahi pentingnya koordinasi antar instansi untuk mensinkronkan rencana-rencana pembangunan dan mengisi kesenjangan. Fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang terhubung dengan baik di dalam kota, yang dibangun dengan mempertimbangkan keberlanjutan dan aspek inklusivitas, akan memberikan berbagai manfaat, seperti lingkungan yang lebih bersih, peningkatan kesehatan, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dan transportasi publik yang lebih mudah dijangkau. Dampak positif lainnya adalah peningkatan keselamatan, mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pribadi, peningkatan aktivitas ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup.
Ruang jalan yang menerus dan berkualitas baik memastikan semua moda transportasi berkelanjutan mendapatkan prioritas. Densifikasi kawasan sekitar titik transportasi publik dapat dilakukan bersamaan dengan peningkatan kualitas ruang jalan serta peningkatan jumlah pusat transit dan koridor di untuk mengoptimalkan layanan transportasi publik dan menciptakan lingkungan kota yang lebih dinamis dan tangguh.
1Anies Optimistis Jalur Sepeda di Jakarta Capai 500 Kilometer. Republika (June, 2022)
2Baru Diuji Coba, Jalur Sepeda Cikini Dibongkar Demi Trotoar. CNN Indonesia (November, 2019)
3GDCI, 2016. Global Street Design Guide. Island Press
4ITDP Indonesia, 2022. Mobilitas Inklusif Kota Medan
5ITDP Indonesia, 2020. Visi Nasional Transportasi Tidak Bermotor.
6Data by Jakarta Public Works Agency and Jakarta Transport Agency, 2022
7Abdelaal, Mohammad (2015). Green Mobility as an Approach for Sustainable Urban Planning. IJIRSET, 4(8), 6949-6958
Baca selengkapnya dokumen berjudul “Peta Jalan Pengembangan Infrastruktur Pejalan Kaki dan Pesepeda DKI Jakarta 2023 – 2027.”