February 29, 2024

Mendengar Suara yang Terlupakan: Partisipasi Perempuan dalam Perencanaan Kota

Oleh Deliani Poetriayu Siregar, Urban Planning and Inclusivity Manager ITDP Indonesia

“Ibu-ibu itu, taunya hanya urusan sosial saja. Urusan transportasi gampanglah, tinggal (naik) angkot aja,” ujar anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) di salah satu kelurahan di Jakarta.

Sejatinya, pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Forum ini diselenggarakan untuk menyerap aspirasi ragam pemangku kepentingan dalam menyusun rencana pembangunan nasional dan daerah. Mulai dari unsur-unsur pemerintahan hingga masyarakat. Namun sayangnya, perempuan dan kelompok rentan lainnya tidak disebutkan secara khusus keikutsertaannya dalam Musrenbang.

Dari hasil pengamatan ITDP Indonesia dalam program Kampung Kota Bersama, forum Musrenbang yang terjadi di tingkat Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW), kelurahan atau desa, jarang ditemui kehadiran perempuan sebagai peserta. Eksistensi perempuan minim bahkan  tidak ada di forum-forum ini. Perempuan dianggap tidak cakap perihal teknis. Hal ini membatasi partisipasi perempuan dalam  perencanaan kota, khususnya transportasi publik.

Absennya “suara” perempuan dalam proses perencanaan kota, utamanya transportasi, menciptakan kota tidak ramah perempuan. Selain isu keselamatan dan keamanan, kota yang tidak ramah perempuan, menyebabkan kerugian finansial dan berpotensi meningkatkan kerentanan. Contoh, perempuan seringkali mengeluarkan biaya transportasi lebih banyak ketimbang laki-laki. Tak hanya itu, menurut Scoping Study UN Women pada tahun 2018, banyak perempuan yang tidak mengambil kesempatan kerja baru atau promosi jabatan karena pekerjaan tersebut terjadi di malam hari atau berakhir di shift malam, akibat tidak adanya layanan transportasi murah, aman, dan selamat di malam hari.   Lalu, bagaimana cara melibatkan perempuan dalam proses perencanaan kota?

Dari Audit Bersama Hingga Urun Rembuk

Dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan transportasi publik yang dilakukan ITDP Indonesia, ada beberapa metode yang dilakukan untuk memastikan keterlibatan perempuan.

Pada 2017, ITDP Indonesia berkolaborasi dengan UN Women Indonesia dan Transjakarta menyelenggarakan kegiatan Safe Bus Journey. Dalam kegiatan ini, peserta diajak berjalan kaki di trotoar dan menggunakan bus Transjakarta untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mereka temui sepanjang perjalanan.  Setelahnya, dialog dua arah diadakan untuk mengetahui lebih jauh keresahan peserta kegiatan dalam menggunakan transportasi publik. Metode ini juga digunakan dalam giat lain bertajuk Women and The City pada tahun 2018 dan inisiasi Puan-Puan Bersepeda pada tahun 2022.

Metode lain adalah audit bersama yang bertujuan sebagai penilaian (scoring) terkait infrastruktur. Sebelum melakukan audit, para peserta perempuan dibekali panduan penggunaan alat audit n melalui lokakarya, pelatihan, atau pembagian manual. Metode ini tidak terbatas dalam bentuk tradisional (menggunakan alat tulis), digitalisasi dengan menggunakan aplikasi juga dapat digunakan seperti, aplikasi safetipin. ITDP Indonesia bersama UN Women Indonesia pada tahun 2018, menggunakan safetipin untuk melakukan audit terbatas pada trotoar baru di Jakarta.

Wawancara 1 on 1 dan penulisan catatan harian (journaling) tiap individu juga dapat membantu dalam memberikan keleluasaan ruang ekspresi bagi perempuan untuk menyampaikan keresahan, pendapat, opini, dan usulan solusi tanpa rasa takut, malu, atau sungkan. Pelaksanaan metode ini diawali dengan penjelasan topik, panduan poin-poin pertanyaan, dan contoh. Metode ini penting dilakukan guna mendapatkan sebanyak mungkin “suara” perempuan. Jawaban hingga catatan unik dari hasil wawancara dan journaling bisa jadi tidak berhubungan dengan isu utama yang dilontarkan, tapi setelah ditelisik, menjadi faktor berkaitan. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan Kampung Kota Bersama di salah satu RW di Jakarta Utara, catatan perjalanan seorang ibu mempermasalahkan ceceran kotoran ayam di gang sebagai faktor penyebab ia tidak mau berjalan kaki. Atau catatan tentang tumpukan barang bekas di salah satu sudut gang yang mengubah persepsi keamanan perempuan untuk melintasi gang tersebut, utamanya saat berjalan sendiri di saat gelap.

Masih dalam Kampung Kota Bersama, forum urun rembuk dilaksanakan sebagai forum diskusi bersama lintas kelompok. Kegiatan ini dilakukan setelah tim mendapatkan cukup data melalui metode survei bersama, wawancara, dan journaling. Menerapkan tata cara diskusi kelompok terpumpun, metode ini dilakukan untuk mengontraskan, mengonfirmasi, dan menyepakati rumusan masalah hingga solusi yang ditawarkan. Menariknya, dalam praktik di 27 kampung kota di Jakarta, forum ini juga membantu untuk melakukan pengarusutamaan isu gender sehingga lebih mudah dipahami oleh laki-laki.

Metode lain adalah dengan melakukan proses co-planning and co-design yang meliputi pemetaan, perencanaan dan desain ruang. Proses ini dapat dilakukan dengan menyiapkan media seperti peta cetak hingga kertas kosong besar serta alat tulis, untuk kemudian digambar bersama-sama. Pada praktiknya, termasuk juga pengukuran ruang yang akan direncanakan. #JalanJakarta adalah salah satu kegiatan ITDP yang menerapkan metode ini.

Kegiatan “Women & the City” yang mempertemukan perencana perkotaan dan perempuan warga kota untuk berdialog menemukan kesepahaman tentang konsep kota yang aman.

Penggunaan metode-metode di atas dapat digabungkan lebih dari satu dalam sebuah proses partisipatif. Penggunaan lebih dari satu metode, akan berdampak lebih baik dari segi tingkat pelibatan perempuan di dalam proses perencanaan. Hal ini juga membantu menempatkan perempuan tidak sebatas obyek perencanaan, tapi juga sebagai subyek perencanaan.

Terlepas dari pilihan cara pelibatan perempuan, pemilihan lokasi dan waktu pelaksanaan penggunaan sangat mempengaruhi keterlibatan perempuan. Oleh karena itu, fleksibilitas waktu dan kesediaan pelaksanaan metode di ruang-ruang perempuan menjadi penting. Ketimbang membuat forum lalu mengundang perempuan untuk hadir ke balai warga, lebih disarankan pelaksanaan metode diselenggarakan saat ada layanan posbindu, posyandu, atau juga saat arisan ibu-ibu. Kolaborasi dengan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) juga dapat memudahkan wawancara, penyebarluasan borang survei, atau juga catatan perjalanan harian.

Dari penjabaran di atas, pelibatan perempuan dalam perencanaan kota dan transportasi penting dan mungkin untuk dilakukan. Terlepas dari proses partisipatif, perempuan tidak boleh hanya dilihat sebagai obyek perencanaan kota tapi juga subyek perencanaan kota. Menduduki posisi penting sebagai ahli perencana kota, sebagai pengambil keputusan perencanaan kota, serta pengguna ruang kota sekaligus. Ketidakhadiran perempuan sebagai pengambil keputusan, berakibat pada hasil-hasil kebijakan yang bisa jadi bias gender. Selain itu, penekanan atas ketersediaan data yang terpisah secara gender menjadi keharusan kemudian. Tanpa data yang terpisah, terciptalah kebijakan yang tidak sensitif gender. Lalu apalagi yang masih menjadi alasan untuk tidak melibatkan perempuan?

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend