August 14, 2025

From Store to Door: ITDP Indonesia dan CMC SEA Soroti Logistik Perkotaan Inklusif dan Rendah Emisi di Kawasan Asia Tenggara

Isu logistik perkotaan, khususnya pengiriman tahap akhir atau last-mile delivery (LMD), semakin mendesak untuk dibahas mengingat dampaknya yang signifikan terhadap lingkungan dan kualitas hidup di kota-kota besar Asia Tenggara. Menjawab tantangan ini, ITDP Indonesia, bersama dengan Clean Mobility Collective Southeast Asia (CMC SEA), menggelar diskusi publik bertajuk “Urban Logistics in Southeast Asia: Country Perspective on Greening the Last Mile” pada Minggu, 10 Agustus 2025, di Pos Bloc Jakarta. 

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian diseminasi studi “Background Study on Two-Wheeler Last-Mile Delivery Services toward Inclusive, Low-Carbon Transport Transformation in Indonesia, Thailand, Vietnam, and the Philippines.” Studi komprehensif yang ditulis oleh para peneliti dari empat negara Asia Tenggara ini menyoroti kompleksitas dan urgensi transisi menuju sistem LMD yang lebih berkelanjutan. 

Dalam rangkaian acara tersebut, pengunjung dapat menikmati instalasi visual interaktif yang menampilkan alur perjalanan paket serta temuan utama studi LMD di Indonesia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Selain itu, terdapat sesi obrolan santai AyoNgobrolinKota (ANGKOT) yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ) yang membahas berbagai tantangan menuju sistem LMD yang berkelanjutan di Indonesia. 

Dalam sesi AyoNgobrolinKota (ANGKOT), Mizandaru Wicaksono, Urban Mobility Manager ITDP Indonesia menyoroti bagaimana pertumbuhan e-commerce di Indonesia diproyeksikan meningkat 2,5 kali lipat hingga 2030, mendorong lonjakan aktivitas LMD di perkotaan. Kondisi ini berisiko menambah kemacetan, polusi udara dan emisi karbon. “Rata-rata radius pengiriman dari satu hub di Jakarta hanya sekitar 5 km, tapi jarak tempuh kurir bisa mencapai 60-80 km per hari,” ungkap Mizan. 

Hal ini turut menjadi sorotan dalam sesi diskusi publik “Urban Logistics in Southeast Asia: Country Perspective on Greening the Last Mile”, yang menggarisbawahi pentingnya peran logistik perkotaan dalam pertumbuhan ekonomi di tengah pesatnya urbanisasi Asia Tenggara. LMD, sebagai tahap terakhir pengiriman, memegang peran strategis. Namun, segmen ini juga merupakan yang paling mahal dan paling banyak menyumbang emisi, mencapai 53% dari total biaya pengiriman (Moradi dkk., 2023). 

Tingginya ketergantungan pada sepeda motor di kawasan ini—di mana 60% kegiatan logistik di Indonesia dan 70% armada LMD di Vietnam menggunakan moda ini— memicu berbagai masalah lingkungan seperti polusi udara, kemacetan, dan risiko kesehatan publik. Proyeksi menunjukkan emisi CO₂ dari LMD di Vietnam bisa mencapai lebih dari 1,2 juta ton per hari pada tahun 2025. 

Meskipun beberapa perusahaan logistik telah memulai inisiatif kendaraan listrik dan strategi rendah emisi, adopsinya belum merata. Kurangnya dukungan kebijakan, regulasi yang lemah, dan kendala finansial, terutama bagi pelaku usaha kecil dan lokal, menjadi hambatan utama. 

Dr. Lai Nguyen Huy, Research Specialist di Asian Institute of Technology, menyoroti tantangan struktural yang masih dihadapi sektor LMD, seperti minimnya perencanaan pemerintah dan kurangnya kolaborasi antar pemangku kepentingan. “Studi kami menunjukkan bahwa LMD roda dua dan roda tiga masih absen dari rencana transportasi pemerintah di banyak negara berkembang, dengan data emisi yang terbatas,” jelasnya. 

Nguyen Thi Phuong Nhung, Citizen Science Program Coordinator dari Live & Learn Vietnam, mengangkat isu kepemilikan armada yang memengaruhi transisi ini. “Jika pemerintah menetapkan target 100% kendaraan listrik, apakah para kurir mampu membeli EV untuk memenuhi target tersebut? Ataukah tanggung jawab ini seharusnya ada pada perusahaan untuk memberikan insentif, atau pada pemerintah untuk turun tangan?” ungkap Nhung. 

Menanggapi hal tersebut, Anggie Hapsari, Program Development Associate ITDP Indonesia, berbagi contoh inisiatif yang sudah berjalan. “Beberapa perusahaan pengiriman di Indonesia sudah mulai beralih ke model yang lebih ramah lingkungan, dengan pemerintah mewajibkan peralihan ke model berkelanjutan dalam waktu 1,5 tahun. Di Filipina, pemerintah mengambil pendekatan berbeda dengan mewajibkan perusahaan melaporkan kinerja ESG mereka—sesuatu yang juga bisa dipertimbangkan oleh Indonesia.” 

Di sisi lain, Maria Golda P. Hilario, Director for Urban Development di Institute for Climate and Sustainable Cities (ICSC) Filipina, menyoroti pentingnya menerapkan panduan regional menjadi tindakan konkret. “Dengan wawasan dari empat negara, kita tidak memulai dari nol dalam menyusun rekomendasi di tingkat regional,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa keberhasilan upaya menuju logistik perkotaan yang berkelanjutan membutuhkan keterlibatan semua pihak. 

ITDP Indonesia dan jaringan CMC SEA menegaskan komitmen untuk terus mendorong kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis data demi terciptanya kota-kota yang lebih ramah lingkungan, sehat, dan adil bagi semua di Asia Tenggara. 


Baca studi lengkapnya dan saksikan tayangan ulangUrban Logistics in Southeast Asia: Country Perspective on Greening the Last Mile” di sini.   

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend